Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera didirikan oleh Yayasan Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia YSHK). Sebuah institusi yang telah melahirkan lembaga riset dan advokasi: Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK), situs hukum terdepan di Indonesia: Hukumonline.com, dan perpustakaan hukum: Daniel S. Lev Law Library.
Sejak 2015, STH Indonesia Jentera menyelenggarakan program Sarjana Ilmu Hukum. Didukung oleh deretan akademisi dan praktisi hukum terkemuka di Indonesia, STH Indonesia Jentera bertujuan untuk memberikan pendidikan hukum berkualitas untuk menghasilkan praktisi hukum yang cakap dan memiliki integritas tinggi.
Sbg dosen ilmu perundangn, mengapa di pengertian perundangn sbgaimna tercntum dlm uu No 12 Th 2011 menggunkan kata Lembaga Negara yg tdk ada ketentuan nya di uud 45. Lembaga Negara adalah objek bnda yg tdk kelihtan bukan subjek. Juga ada kata dibntuk atau ditetapkn. Kata ditetapkn lebih dominan keputusan/besceking dlam kewenangn delegasi : ditetapkn dengn keputusan .. Atau diatur dengan.. Terima kasih
"Etika dan peradaban lebih penting dari hukum." Setuju. Sayangnya, kalian tidak menunjuk gajah dalam ruangannya. Jentera tidak terbuka mengakui bahwa salah satu tim sukses 02, yang kini menjadi demagog rakyat adalah dosen Jentera yg sempat menjabat sebagai Wakil Ketua Akademik. Parahnya, demagog itu mantan Komisioner Bawaslu yang memanfaatkan pengetahuan akan dapur etika kepemiluan dan keilmuan hukumnya utk menjustifikasi kejahatan demokrasi. Maaf, tp ini membuat aspek etik yg kalian bicarakan terdengar hanya omong kosong. Tidak ada tercermin nilai integritas yang kalian bilang selalu kalian pegang sebagai sebuah institusi. Terakhir, mau tanya, apa sanksi etik yg Jentera berikan utk pembangkangan integritas itu? Apa sikap kalian?
Terima kasih atas perhatian Saudara, secara institusional Jentera selalu berusaha menjadi motor penggerak pembaruan termasuk soal etika. Jentera selalu menghormati dan menjunjung tinggi kebebasan berpendapat semua warga negara, termasuk preferensi politik profesional individu sivitas akademika Jentera. Segera setelah bergabung dengan Tim Kampanye, yang bersangkutan sudah mengundurkan diri dari jabatan sebagai Wakil Ketua Bidang Akademik.
Hanya karena kalian tidak lg memiliki relasi profesional dengan ybs, tidak membuat kalian lantas tidak punya andil dari dosa itu sehingga tak perlu meminta maaf. Dalam HAM, standar etis utk menyampaikan permintaan maaf atas perisitiwa masa lalu -- sekalipun si pelaku sudah meninggal dunia -- itu umum. Kalau pakai logika "sudah tidak ada hubungan lantas kami tak ada urusan", itu justru menunjukan kalau standar etika kalian dangkal. Dengan logika yg sama, kenapa pemerintah negara2 eks-kolonial berkewajiban moral utk meminta maaf ke negara bekas jajahannya? Bukankah pelakunya adalah pemerintah di masa lampau? Kalian masih keliru memaknai etika dan hukum. Kesadaran bahwa moral lebih tinggi dari hukumlah yg membuat negara eks-penjajah merasa perlu secara lapang dada meminta maaf ke bekas negara jajahannya. Meski tidak ikut melakukan penjajahan, tp generasi hari ini ikut mendapat keuntungan yg membuat mereka ikut memikul dosa. Poinnya, permintaan maaf harus berasal dari refleksi moral kelembagaan. Bahkan kalau ditarik lebih jauh dari perspektif struktural, apa yg terjadi dalam relasi sosial pasti ikut mempengaruhi keputusan individual. Artinya ketika mantan dosen kalian bisa begitu jauh berpindah kutub politik ke kubu anti-demokrasi, fenomena itu mengindikasikan bahwa ada yg keliru dari cara organisasi Jentera membudayakan nilai2nya ke kadernya sendiri. Ini kalau kalian mau lihat dengan kaca mata struktural. Itu nampak dalam pernyataan sikap kalian, tidak ada satupun refleksi kelembagaan yg terucap. Kalian hanya sibuk nunjuk hidung ke luar, tanpa mau bicara tentang kondisi di dalam.
Konsekuensi dan akibat sistem demokrasi harus banyak belajar dan sabar. Sehingga plato menginkan monarki atau pemimpin itu seharusnya king filosofer, gak salah? Tapi Aristoteles murid plato membantah pernyataan gurunya dengan mengatakan suatu saat masyarakat cerdas melalui sistem demokrasi. Karena menurut Aristoteles sistem demokrasi lah yg paling idel untuk sebuah negara dan bangsa?
Kau mengkap satu poin yg menjadi pernyataan, bagaimana jika ada hukum adat di suatu wilayah teritorial Indonesia yang bertentangan dengan pancasila dan atau hukum nasional. Apakah hukum adat yg bertentangan dengan ini tetap di lindungi?
Prof. Erman Rajagukguk memang luar biasa. Mampu membimbing lebih dari 40 mahasiswa doktor dimana beliau menjadi promotornya dan lebih dari 18 diantaranya telah mencapai Guru Besar. Dulu ada 3 orang dosen di kampus saya menjadi bimbingan langsung dari Prof. Erman dan ketika ketiganya melakukan promosi doktor di FHUI saya menghadirinya dan saat itulah saya bisa bertemu dan berkenalan langsung dengan Prof. Erman Satu hal yang saya ingat dari cerita ketiga dosen saya yang dibimbing oleh Prof. Erman tersebut adalah adanya "kewajiban" bagi para mahasiswa bimbingan beliau untuk menjadikan disertasinya menjadi buku yang akan dibagikan kepada para tamu yang hadir saat promosi doktor. Ini tentunya hal baru dalam ceremony dan bimbingan program doktor hukum di Indonesia karena dapat menjadi pertanggungjawaban ilmiah langsung sang doktor yang melakukan promosi doktor kepada masyarakat atas isi disertasi yang telah dibuatnya Dulu saya pun sangat ingin sekali bisa melanjutkan studi S3 di FHUI dan menulis disertasi tentang Filsafat Hukum Ekonomi Indonesia Pada Era Pasca Amandemen UUD 1945 Dalam Perspektif Kearifan Lokal di Indonesia dengan di-Promotori langsung oleh Prof. Erman Rajagukguk (FHUI) dengan jajaran Ko-Promotornya adalah pakar filsafat hukum yaitu Prof. Bernard Arief Shidarta (FH Unpar Bandung) dan pakar ilmu ekonomi yaitu Prof. Sri Edi Swasono (FEB UI). Dengan impian jajaran pengujinya saat ujian disertasi nanti itu adalah para Guru Besar dari lintas universitas di Indonesia, yaitu Prof. Sutan Remy Sjahdeini (FHUI), Prof. Man S. Sastrawidjaja (FH Unpad), Prof. Sri Redjeki Hartono (FH Undip), Prof. Nindyo Pramono (FH UGM) dan Prof. Rudhi Prasetya (FH Unair). Sayangnya hingga Prof. Erman dan Prof. Bernard Arief Shidarta meninggal keinginan saya itu tidak pernah bisa terwujud. Selamat jalan Prof. Erman Semoga Prof. Erman tenang di Surga dan diterima segala amal ibadahnya oleh Tuhan Yang Maha Esa
Akar masalanya adalah partai politik, karena mereka para politisi yg mengusung demokrasi tapi kenyataannya mereka tdk sanggup berdemokrasi diinternalnya sendiri, Sehingga watak asli dari para politisi bisa menghalalkan dan merawat kekerasan untuk tujuan2 politiknya,