Tks UTalk & pester scholars yg sdh jd narasumber maupun host.. padat namun compact dan mudah dicerna pembahasan dari sisi sejarah Gereja maupun umum. Setuju, seberfaedahnya Gereja adalah ketika ia membawa maju peradaban dan tidak insistent pd hal2 yg seharusnya open for dialogue, sejarah kolonialisasi, diskriminasi dan persekusi sdh menjadi buku yg terbuka soal bahaya fundamentalisme hermenetik ini. Jgn sampai kita malah tanpa sadar dan berpikir kritis malah meneruskannya. Saya sendiri menjadi Saksi bagaimana komunitas yg sedemikian tertutup dan insecure menggunakan dogmatika sebagai senjata, bahkan yg tadinya dekat dan baik bagai saudara mendadak menjadi ketus, dismissive dan penuh penghakiman saat kami justru belajar lebih dalam bagaimana memaknai teks dan menemukan cara2 metodologis (yg sbnrnya adalah kewajaran dlm dunia akademik) dlm merenegosiasi Iman dgn realita natural, kosmik dan sosial yg ada, I guess, berangkat dari trauma religius tsb, saya terpaksa menyimpulkan bhw pragmatigme yg demikian kuat dalam memaknai "kebenaran" dan penyebarluasannya, "mengharuskan" mrk utk meneladani kasih Kristus dgn motif konversi dan to conform thdp keyakinan mrk (pdhal sebagian keyakinan itupun baik aspek tertentu eskatologi, pneumatilogi dll bukanlah core doctrine, kredo dll). Ketika kebenaran yg terbatas dipaksakan sebagai absolutisme univokal, realita yg dituai justru fragmentasi, ironis nya sejarah pasca reformasi juga membuktikan ini. Berkah dalem .. 💕📖🙏
Menjadi seorang Kristen sejati harus memenuhi tiga matra: - Orthodoxia: ajarannya lurus, - Ortholathria: penyembahannya atau ibadahnya lurus, - Orthopraxia: praktik atau habit yang lurus. Saya setuju dengan progresivisme dalam Kekristenan, tapi dalam konteks Orthopraxia, ya, dan hanya itu. Karena yang namanya kehidupan sosial itu fluktuatif dan penuh dinamika, kita tidak boleh terkurung dalam pemikiran sempit yang mencegah kita untuk mengabarkan Injil lebih luas lagi. Teknologi pun berkembang, dan ini adalah kesempatan bagi kita untuk semakin mengembangkan pekabaran Injil dengan memanfaatkan teknologi. Tapi sekali lagi, hanya sebatas itu. Karena jika kamu menerapkan progresivisme dalam konteks Orthodoxia dan Ortholathria, yang ada malah akan banyak bidat yang bermunculan. Asal kalian tahu, progresivisme dalam Kekristenan itu sudah muncul sejak akhir abad pertama, ketika Kerinthus mencoba mensinkretiskan ajaran Gereja dengan ajaran Gnostik. Kurang progresif apa dia? Dia mengajarkan bahwa Yesus itu manusia semu. Ajarannya menjadi inspirasi bagi Marcion (yang mengobrak-abrik Injil sehingga Gereja menetapkan Kanon Muratori), sampai ke Basilides yang mengatakan bahwa Yesus tidak disalib, dan yang disalib adalah bayangannya saja (ajaran ini akhirnya menjadi inspirasi suatu ayat di salah satu surah dalam Quran). Gimana? Progresif banget, kan? Kenapa kalian tidak ikut ajaran itu saja? Coba hargai para martir Kristen yang berdarah-darah membela iman mereka, dari aniaya, dari ajaran sesat, dan dari progresivisme yang kebablasan. Sementara kalian enak-enak saja menyinyiri Gereja yang (kalian bilang) dogmatik. Gereja itu memang harus dogmatik. Kalau tidak dogmatik, apa pegangan jemaat nantinya? Ketika muncul polemik dari muslim, lalu ada umat yang tidak bisa menjawab dan menjadi mualaf, kalian akan bilang, "Dia tidak punya Roh Kudus dalam hatinya." Padahal masalahnya adalah umat tersebut tidak punya pegangan atau dasar iman yang kuat. Mereka hanya disuruh percaya saja, yang penting Yesus. Jadi, definisikan dulu konteks progresif yang kalian maksud. Betul, Yesus itu progresif, tapi konteks progresifnya Yesus itu apa dulu? Seprogresif-progresifnya Yesus, Dia selalu kembali kepada Taurat karena memang itulah standarnya. Pertanyaan yang penting pada akhirnya bukanlah apakah kita harus menjadi Kristen yang progresif atau tidak, melainkan sejauh apa progresivisme yang kita perlukan sebagai Kristen.
Yayy.. ayok gereja berbenah yuk. Tolong bahas juga soal gereja dinasty. Sejak awal masuk kristen, sy sangat terganggu dg sistim kependetaan yg menurun kepada anak cucu dan keluarganya. Tidak bisa kah sisitim kita lebih baik dari ini? Sehingga yg betul betul berkualifikasi dan punya hati yg mengajar dan menggembalakan. Ada satu hal lagi yg mengganggu yg saya tahu sendiri.. gereja yg sejak awal di bangun bersama jemaat, kemudian setelah pak pendeta meninggal dan sang anak tidak mau meneruskan kependetaan bapaknya, lalu gereja dengan seenak udelnya di jual. Apa apaan itu?
Makasih bro CJ, yang sudah mewakilkan kaum Pentakosta (saya pdt dari aliran Ps CJ sebelumnya), asli pembahasan yang menarik bgt, hal hal yang perlu didengar jg dan menjadi evaluasi gerakan Pentakosta zaman now
Pemaknaan atas doa bapa kami hrus dibaca dalam posisi orang yang terjajah, si Miskin yang kalau berdoa punya harapan berikanlah pada hari ini makanan kami yang secukupnya dan ini adalah doa yng mahal karena biasa mereka lapar
Pertanyaannya adalah bisakah hal ini jadi hal praksis dimana gereja kita hadir utk dapat mewujudkannya? Sebenarnya bisa! Saat gereja memiliki KEMURAHATIAN!