Arti Malam 1 (Satu) Suro bagi Masyarakat Jawa dan Umat Islam | Makna Bulan Suro menurut Islam & Sejarahnya
Kalender Jawa yang saat ini diikuti seluruh masyarakat Jawa pertama kali diciptakan oleh Sultan Agung Anyakrakusuma, cucu pendiri Kesultanan Mataram Panembahan Senopati. Sultan Agung adalah raja Mataram Islam yang masih memegang teguh ajaran leluhur Jawa.
Kalender Jawa diciptakan pada tahun 1555 Saka atau 1633 Masehi. tahun Saka adalah tahun yang dipakai umat Hindu-Buddha, termasuk secara resmi dipakai orang Jawa pada zaman sebelum Sultan Agung, mulai dari peradaban Jawa Kuno (Aji Saka), sampai kediri, Singhasari, Majapahit, Demak, Pajang, Mataram, hingga diubah oleh Raja Mataram ketiga, yaitu Sultan Agung.
Masyarakat Jawa tradisional lebih memaknai perayaan pergantian tahun yang dikenal dengan 1 Suro dengan penghayatan, prihatin, religius dan penuh meditasi seperti Puasa mutih, mandi di tengah malam, bermeditasi, berziarah ke makam atau ke gunung, berjalan kaki sepanjang malam, bahkan mengelilingi tembok keraton.
Tradisi malam satu Suro dilakukan dengan laku prihatin yang menitikberatkan pada ketentraman batin dan keselamatan. Karenanya, pada malam satu Suro biasanya selalu diselingi dengan ritual pembacaan doa dari semua umat yang hadir merayakannya. Hal ini bertujuan untuk mendapatkan berkah dan menangkal datangnya marabahaya.
Dalam Islam, satu Suro adalah satu hijriah. Bulan ini merupakan salah satu dari empat bulan yang istimewa dalam ajaran agama Islam.
Dalam Alquran Surat At Taubah ayat 36 dijelaskan, bilangan bulan di sisi Allah ada dua belas bulan. Saat Allah menciptakan langit dan bumi, ada empat bulan yang suci.
Alquran itu kemudian dijelaskan lebih lanjut dalam Hadits Riwayat Bukhari Nomor 3025 di mana Nabi Muhammad SAW bersabda, empat bulan suci yang dimaksud yaitu Dzulqo’dah, Dzulhijjah dan Muharram. Dan satunya lagi adalah bulan Rajab.
#MalamSatuSuro #SatuSuro
17 авг 2020