Larung merupakan bentuk penghormatan dan penyucian Buana Agung dan Buana Alit.
Upakara ini dilakukan untuk menjaga keseimbangan alam agar dihindarkan dari bencana. Pada
konteks ngelarung, laut merupakan medium atau tempat peleburan Panca Maha Butha yakni
pertiwi, apah, teja, bayu, akasa. Peleburan ini bertujuan untuk mengembalikan unsur-unsur
pembentuk mahkluk hidup untuk kembali ke asalnya.
Ngelarung sebagai sebuah proses peleburan kemudian diaplikasikan kedalam bentuk
sajian baleganjur dengan melibatkan unsur Panca Maha Butha sebagai material tafsir musikal
penyusun garapan ini. pertiwi (zat padat) diaplikasikan kedalam motif-motif gending yang padat,
Melodi yang rapat, kilitan ceng-ceng serta pengolahan tekstur yang padat. Apah (zat cair)
direpresentasikan dengan bagian gending bermotif lentur, melodi sederhana dan mengalir. Teja
(zat panas) menjadi cerminan dari semangat yang membara lewat permainan motif gending keras
bertempo cepat serta permainan tehnik dengan tingkat kerumitan tinggi. Bayu (zat udara)
dimaknai sebagai prana atau pernapasan. Dalam konteks komposisi diaplikasikan sebagai
permainan dinamika, umbang-isep, serta pemberian angkihan pada gending. Akasa dimaknai
sebagai ruang, baik ruang kosong (silent) maupun ruang antar masing-masing instrumen untuk
saling menonjol dalam bingkai keharmonisan yang subyektif.
Aspek aspek musikal tersebut dipadukan dengan olah gerak yang selaras kemudian
melebur menjadi satu pada sajian baleganjur Larung dengan mempertahankan konsep
keseimbangan. Konteks keseimbangan tidak diletakan pada posisi yang simetris namun berusaha
mencapai keseimbangan dalam konteks asimetris sebagai simbol bahwa manusia seharusnya
berusaha selaras dalam perbedaan dan melebur dalam satu tujuan untuk mewujudkan Tri Hita
Karana.
Compouser : Bagas
Koreogrfer : Agus Onet
Sekaha Baleganjur : Sanggar Seni Gayatri, Sangkaragung, Jembrana
21 сен 2024