Тёмный

Bedah Editorial MI - Jangan Lengah Urusan Kelas Menengah 

Media Indonesia
Подписаться 189 тыс.
Просмотров 702
50% 1

TERPURUKNYA ketahanan ekonomi kelas menengah bukan sekadar rumor atau prediksi. Krisis yang menimpa kelompok yang disebut sebagai penopang sekaligus penggerak pertumbuhan ekonomi nasional tersebut sudah nyata-nyata terjadi. Sayangnya, selama lima tahun terakhir ini luput dari antisipasi pemerintah.
Keterpurukan itu tergambar dari menurunnya jumlah kelas menengah di Indonesia. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah kelas menengah pada 2019 masih sebanyak 57,33 juta jiwa atau 21,45% dari total jumlah penduduk Indonesia. Namun, tahun ini, jumlah itu anjlok hampir 10 juta menjadi tinggal 47,85 juta atau hanya 17,13% dari total jumlah penduduk.
Berkurangnya kelompok kelas menengah ini bukan karena mereka semakin sejahtera dan melompat ke kelas di atasnya. Justru sebaliknya, kondisi mereka semakin susah dan turun ke level calon kelas menengah, bahkan ke kelas rentan miskin. Sebentar lagi, apabila tidak ada strategi jitu mengungkit ekonomi kelas menengah, maka tinggal menunggu waktu saja bagi mereka untuk benar-benar turun menjadi kelompok masyarakat miskin.
Sejatinya, inilah salah satu 'pekerjaan rumah' paling berat dan paling ditunggu penyelesaiannya dari pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka yang kurang lebih seminggu lagi bakal dilantik. Apalagi kalau pemerintahan baru betul-betul serius mengupayakan mengerek pertumbuhan ekonomi hingga 8% seperti yang terus mereka janjikan selama ini.
Titik krusialnya ialah terus melemahnya daya beli masyarakat. Apesnya, kebanyakan kebijakan pemerintah saat ini justru tidak mendukung peningkatan daya beli tersebut. Mungkinkah target pertumbuhan tinggi bisa dicapai jika kelas menengah yang selalu berkontribusi besar terhadap konsumsi ekonomi domestik dibiarkan terus terjerembab daya beli mereka tanpa solusi yang mujarab?
Sekali lagi, tanpa bermaksud menyepelekan persoalan-persoalan lain, pemerintah mendatang harus segera menyiapkan kebijakan yang tepat dan efektif untuk menyelesaikan masalah daya beli ini. Utamanya, tentu saja, daya beli masyarakat kelas menengah. Merekalah kelompok yang kerap tak tersentuh kebijakan populis pemerintah di sektor ekonomi.
Pemerintah menjangkau kelompok masyarakat miskin dengan kebijakan pemberian berbagai subsidi dan bantuan sosial (bansos). Lalu, untuk kelompok masyarakat kelas atas dan menengah atas diberikan bermacam insentif pajak, bahkan sesekali diberikan pula pengampunan pajak (tax amnesty). Sementara itu, kelas menengah nyaris tak dapat apa-apa.
Mereka seakan dibiarkan bertarung sendiri melawan dua musuh yang sulit dikalahkan, yakni naiknya harga-harga kebutuhan primer maupun sekunder di satu sisi, dan stagnasi bahkan turunnya pendapatan di sisi yang lain. Pukulan beruntun dari dua musuh itu yang pada akhirnya menyebabkan ketahanan kelas menengah terguncang.
Pembiaran semacam itu di masa pemerintahan Prabowo-Gibran tak boleh diteruskan. Sudah saatnya rezim ekonomi yang tidak berpihak pada kelas menengah dihentikan. Dalam struktur makroekonomi, kelas menengah punya peran teramat strategis. Penguatan kelas menengah sesungguhnya merupakan fondasi memperkuat daya tahan terhadap krisis ekonomi.
Saat ini, dengan jumlah kelas menengah yang semakin menurun, itu tidak hanya mengindikasikan adanya permasalahan dalam pertumbuhan ekonomi, tetapi juga memperburuk ketahanan ekonomi nasional. Di saat yang sama ketimpangan juga akan kian melebar ketika keterpurukan kelas menengah tidak segera diatasi.
Karena itu, isu ini harus menjadi utama pemerintahan Prabowo-Gibran, khususnya tim ekonomi pada kabinet mendatang. Masalah sudah terpetakan dengan jelas lewat sejumlah data-data yang disajikan, baik oleh lembaga pemerintah maupun lembaga nonpemerintah. Yang dinanti ialah kebijakan yang efektif untuk menyelesaikan masalah-masalah itu, sekaligus eksekusinya.
Pemerintah tidak boleh menunda dan menganggap remeh keguncangan kelas menengah hari-hari ini. Sejarah bangsa ini pernah mencatat, kelas menengah yang terguncang hebat akibat krisis ekonomi pada 1998 lalu bisa memicu gejolak hebat, tidak hanya di sektor ekonomi tapi juga politik. Kita tidak ingin hal seperti itu kembali terjadi.
#JanganLengahUrusanKelasMenengah #BedahEditorialMI #BedahEditorialMediaIndonesia
#Metrotv
click our website :
Media Indonesia: mediaindonesia...
E-paper Media Indonesia: epaper.mediain...
Follow official account MI Com di:
Twitter Media Indonesia: / mediaindonesia
Instagram Media Indonesia: / mediaindonesia
Facebook Media Indonesia: / mediaindonesia
TikTok Media Indonesia: / media_indonesia
Jangan lupa Follow the Media Indonesia channel on WhatsApp: whatsapp.com/c...

Опубликовано:

 

13 окт 2024

Поделиться:

Ссылка:

Скачать:

Готовим ссылку...

Добавить в:

Мой плейлист
Посмотреть позже
Комментарии : 6   
@badriahcintaraja290
@badriahcintaraja290 5 часов назад
Semoga pemerintah sekarang lebih memeperhatilan rakyat menengah dan rakyat kecil. 😭😭😭😭🤲🤲🤲
@ghrystaramadana2059
@ghrystaramadana2059 5 часов назад
Bagusnya kelas bawah akan menaikkan kelas menengah.
@badriahcintaraja290
@badriahcintaraja290 5 часов назад
Sangat sangat terasa.
@badriahcintaraja290
@badriahcintaraja290 5 часов назад
Betul semakin kelihatan jurang antara si miskin dan si kaya. Apalgi melihat gajih anggota dewan yang selangit 😭😭😭
@RomiRizkyani
@RomiRizkyani 5 часов назад
Memang dibiarkan saja sbg bemper
@hubbyboy7841
@hubbyboy7841 Час назад
Arep tuku ora duwe duit...
Далее
[BREAKING NEWS] Prabowo Panggil Calon Menteri | tvOne
15:56
САМАЯ ТУПАЯ СМЕРТЬ / ЧЕРНЕЦ
1:04:43
Tunaikan Janji ke Masyarakat Adat - Bedah Editorial MI
48:31
Indonesia Resesi, Kita Harus Apa?
39:43
Просмотров 137 тыс.
[Eksklusif] Anies Baswedan dan Drama Pilkada | Mata Najwa
1:02:32
Legasi Jokowi, Demokrasi Miskin Oposisi
11:49
Просмотров 1 тыс.
Memindah ASN Butuh Kehati-hatian - Bedah Editorial MI
23:38
Sri Lanka Resesi, Bagaimana Nasib Ekonomi Indonesia?
10:58
Bedah Editorial MI - Kontraksi Daya Beli Minim Solusi
42:20
САМАЯ ТУПАЯ СМЕРТЬ / ЧЕРНЕЦ
1:04:43