#gunungpuntang #malabar #radiomalabar
TENTANG RADIO MALABAR
Sejarah
Pada tahun 1917 sampai dengan tahun 1923, Pemerintah Hindia Belanda membangun sebuah stasiun radio terbesar, dengan sistem operasi tercanggih pada saat itu. Bahkan saking modernnya, stasiun pemancar yang dirancang oleh insinyur elektro kenamaan lulusan Jerman bernama Dr. Ir. Cornelis Johannes de Groot itu sempat diperhitungkan dan masuk ke sejarah perkembangan radio dunia, karena menjadi penghubung komunikasi Indonesia - Belanda sejauh 12.000 kilometer.
Keunggulan tersebut terdapat pada sistem pemancar tanpa kabel (nirkabel) yang merupakan satu-satunya dan pertama di dunia. Hal ini dikarenakan menggunakan sistem peluncur listrik untuk mengangkat gelombang sebesar 750 Volts dan daya 1 MA. Dari situ, gelombang radio ribuan kilowatt bisa terbangun, bahkan tanpa kabel, sehingga tidak terganggu kegiatan perang dunia pertama pada jamannya.
Stasiun Radio Malabar adalah sebuah transmisi radio VLF di Malabar, Indonesia, untuk jaringan radio ke Belanda. Ini memakai salah satu alat transmisi paling kuat yang pernah dibuat, yang memiliki kekuatan 2.400 kW. Stasiun Radio Malabar menggunakan jaringan yang dibentangkan antara dua gunung sebagai antena, yaitu Gunung Puntang dan Gunung Haruman.
***
Berawal dari keinginan untuk menghubungkan Belanda dengan Hindia Belanda secara nirkabel, didorong oleh situasi Perang Dunia I yang tidak memungkinkan ketersediaan kabel, serta rentan secara teknis dan politis, maka, dipililah koneksi gelombang panjang untuk menghubungkan kedua negara tersebut. Willem Smith & Co’s Transformatorenfabriek memasok kumparan besar dan beberapa trafo. Sementara generator dipasok oleh Smit Slikkerveer. Sebagai pendukung tenaga listrik dibangun PLTA Dago, PLTA Plengan dan PLTA Lamadjan, serta PLTU di Dayeuhkolot. Antena dibentangkan sepanjang 2 kilometer antara Gunung Puntang dan Gunung Haruman untuk memancarkan gelombang radio. Ketinggian antena dari dasar lembah rata-rata 350 meter. Antena dibangun mengarah ke Belanda yang berjarak 12.000 kilometer dari Gunung Puntang.
Peresmian
Stasiun Radio Malabar diresmikan oleh Gubernur Jenderal Dirk Fock, pada tanggal 5 Mei 1923. Beberapa hari sebelum peresmian, badai tropis dengan kilatan-kilatan petir telah merusak sejumlah peralatan penting, termasuk pemancar. Hal ini membuat peresmian terancam diundur. Namun, ternyata peresmian tetap dilakukan dengan cara mengirim pesan telegraf radio kepada Ratu Belanda dan Menteri Urusan Koloni, tetapi tidak ada jawaban dari stasiun di Belanda. Baru pada 6 Mei 1923 malam, pemancar dapat berfungsi dengan baik. Pesan pertama yang dikirimkan dari Belanda adalah dari Kantor Berita Aneta. Meski demikian, tanggal 5 Mei 1923 tetap dijadikan sebagai tanggal peresmian Stasiun Radio Malabar.
Untuk mengenang peristiwa telekomunikasi tersebut didirikan dua patung laki-laki tanpa busana yang tengah mengapit tiga perempat bola dunia. Patung pertama menaruh tangan kanannya di mulut yang menandakan tengah berteriak. Sedangkan patung yang satu lagi menaruh tangan kanannya di telinga seolah sedang mendengarkan. Stasiun Radio Malabar sempat menjadi media propaganda Jepang dengan melakukan kontak dengan Hooshoo Kanri Kyoku di berbagai daerah lain di daerah pendudukannya.
Kehancuran
Setelah Jepang hengkang dari Indonesia dan Belanda ingin menguasai kembali Indonesia, para pejuang republik di Bandung Selatan menghancurkan Stasiun Radio Malabar. Stasiun radio tersebut hancur bersamaan dengan peristiwa Bandung Lautan Api, karena tidak ingin stasiun Radio ini digunakan oleh Belanda untuk berkomunikasi ke negara Belanda.
#bandung #bandunglautanapi #sejarah #sejarahbandung
11 окт 2024