Jalanilah karena anda memilih itu dan bukan karena dogma orang lain. Jika anda tidak kuat beragama dengan cara ribet atau tidak kuat dengan desa adat anda di Bali, ya sudah, tinggalkan saja ke perantauan atau yang lebih ekstrim “loncat pagar” ke rumah Tuhan orang lain. Biarkan kemudian desa adat itu sadar dengan sendirinya saat banyak warganya yang kabur karena tidak tahan dengan tekanan adat dan segala keribetannya yang terkadang dibuat-buat. Tidak jarang juga pemuka desa adat itu sendiri isinya adalah orang-orang tua yang kolot yang kadang tidak suka melihat orang lain maju. Biarlah sebagian orang Bali sadar kalo rekan-rekan sesama Bali banyak yang memilih “loncat pagar “ karena ulah kita sendiri. Jalanilah agama, budaya, ritual sesuai kemampuan anda. Saya sangat suka ungkapan Bapak Ketut Sumarta, pimpinan redaksi majalah Sarad, “Panggung nya sudah berbeda maka jangan paksakan tarian yang sama” dalam sebuah film dokumenter Bali Menantang Masa Depan karya IGP Wiranegara. Dahulu kehidupan masyarakat Bali adalah kehidupan agraris (baca BALI Singkatan dari Banyak Libur, Profesionalkah?). Hampir sebagian besar mata pencaharian penduduk Bali adalah petani. Hampir semua punya sawah yang luas dan kebun yang luas. Mereka bekerja secara kolektif, menanam padi secara bersama-sama, dan kemudian memanennya bersama-sama. Mereka punya banyak waktu luang, dimana kasarnya sampai bingung mau diisi dengan apa lagi. Kemudian muncullah ritual, kesenian, dan lain-lain sebagai wujud pengeskpresian diri. Dahulu penduduk jumlahnya sedikit sedangkan makanan melimpah. Pisang di kebun sampai bingung mau diapakan lagi karena sudah banyak ada makanan. Kemudian muncullah sesajen sebagi wujud rasa terima kasih. Sekarang kehidupan sudah berubah, jumlah penduduk meningkat drastis dan pekerjaan sangat bermacam-macam. Tidak banyak lagi yang mempunyai sawah yang luas atau kebun yang luas sehingga semuanya harus dibeli dengan uang. Darimana mendapat uang? Dengan bekerja dengan orang lain atau berwirausaha. Jika bekerja dengan orang lain tentu tidak bisa seenak perut kita, ada aturan-aturannya seperti jam kerja, cuti atau libur. Tidak sedikit orang Bali hidup dengan penghasilan pas-pasan di zaman sekarang. Oleh karena itu, jalanilah ritual semampu anda sesuai dengan sastra yang ada karena agama Hindu di Bali memberikan pilihan akan hal tersebut. Jangan mau jual tanah, rumah, atau mobil untuk melaksanakan ritual yang berlandaskan gengsi. Memangnya hutang anda nanti tetangga yang bayar? Kalau tidak mampu bilang saja tidak mampu, jika tulus pasti seharusnya orang lain akan mengerti. Berusahalah menerima diri sendiri dengan tulus apa adanya, peduli amat orang lain mau bilang apa. Jangan jual tanah anda dengan alasan untuk melaksanakan upacara, alih-alih lebih baik menjual tanah untuk membiayai anak sekolah atau untuk investasi dalam bentuk lain. Paling baik tentu hidup sejahtera tanpa menjual tanah leluhur sama sekali. Terkadang jual tanah untuk upacara itu hanya alasan untuk hidup foya-foya nantinya. Upacara tidak seberapa tapi jual tanah nya seabrek. Jika agama atau budaya membuat anda ribet dan tidak bahagia dalam hidup ini, ya buat apa dijalani. Ya sudah tinggalkan saja, begitu saja kok repot, karena yang paling penting dalam hidup ini adalah anda menemukan kebahagian dalam diri anda bukan? Lho kalo bukan kita yang melestarikan budaya Bali lalu siapa? Oke, tentu kita lestarikan semasih kita mampu. Jika tidak lalu mau bagaimana lagi? Anda mau mati pelan-pelan? Apa yang baik zaman dahulu belum tentu baik di zaman sekarang dan apa yang tidak baik di zaman sekarang belum tentu tidak baik di zaman dahulu. Coba pandang masalah dari segala sisi dengan bijak. Setiap generasi memiliki tantangannya masing-masing. Saya sangat setuju jika kita tetap melestarikan budaya, tetapi sesuai ukuran kemampuan kita. Terkadang motif kita cuma ingin melestarikan bisnis pariwisata atau mohon maaf kasarnya melestarikan diri untuk menjadi “kebun binatang” nya turis-turis dan investor. Meskipun itu juga tidak salah jika memang dari sana saja kita bisa makan. Tidak usah terlalu pusing dengan pendapat orang lain. Temukanlah kebahagian yang sejati menurut anda, dalam hidup anda. Toh anda hidup hanya sekali.
Auto Like n subscribe,, Mantap chanel nya konten tentang toleransi di bumi nusantara,, semoga chanel ini semakin jaya n sukses diberkati semua umat, amin 🙏🙏🙏
Mantap luas & struktur banguanannya Hindu Bali banget sesuai dengan suasana eropa yg tentram & damai. Semoga pura2 nambah di dunia & Indonesia. Pura Agung Sakti Bhuwana Belgia proud to Balinese & Indonesia.
hindu famai dengan konsep TRI HITA KARANA 1 HUBUNGAN DGN TUHAN 2 HUBUNGAN DGN MANUSIA 3 HUBUNGAN ALAM SEMESTA itu jalankan/amalkan damai dunia ini diman tempat /pura gkterlepas dari umat yg damai menuju yg kuasa mata hati di kesejukan di pancarkan oleh tumbuhan yg indah nan subur jaya sri krisna tuhanku
mengarap di bali jga mempunyai temple yang seperti itu luas sebenarnya pura sad khyangan di bali mempunyai area yang luas tapi tanahnya di hak milik jga wilayahnya jdi sempit semoga para pemuka agama hindu di bali dan pemerintah bali mengambil contoh pura santhi buana di belgia astungkara
Tri Hita Karana Konsep agama Hindu Pas banget; Hubungan manusia dengan tuhan, hubungan manusia dengan alam dan hubungan manusia dengan manusia atau masyarakat, hindu agama damai, damai di hati damai di akhirat,
Ada juga leluhur orang yg srkarang ini dari jawa. Seperti leluhur saya dari kediri dikirim ke bali oleh.mahapatih.gajah mada.bersama.adipati.kresna kepakisan
maaf dengan segala hormat,sayah kurang setuju warisan budaya leleuhur sayah ada di luar negeri,dan sayah kurang suka di viduo ini ada patung gajah,sedngkan di pure asli balinya ga ada patung gajah
Pura ini ada dalam kompleks taman nasional. Pura ini juga jadi representasi Indonesia sehingga ada ornamen gajah dan stupa sesuai dengan Budaya Indonesia 1 lagi, saya rasa leluhur bli akan bangga melihat warisan mereka bisa sampai ke luar negeri. Santih.