Тёмный

Desa Wisata Sayan 

gunawan_fil
Подписаться 715
Просмотров 620
50% 1

Desa Sayan lokasinya berbatasan langsung dengan Kabupaten Badung yang dibatasi oleh Sungai Ayung di sebelah barat desa. Jadi, di Barat Desa Sayan adalah Desa Bongkasa, Kecamatan Abiansemal, Kabupaten Badung.
Desa Sayan tergolong desa yang cukup besar, karena terdiri atas dua desa pakraman. Yakni Desa Pakraman Penestanan dengan dua banjar, terdiri atas Banjar Penestanan Kelod dan Penestanan Kaja. Sedangkan Desa Pakraman Sayan terdiri atas enam banjar. Terdiri atas Banjar Kutuh, Pande, Baung, Mas, Sindu, dan Banjar Ambengan.
Salah satu tokoh Desa Sayan, I Made Tragia mengatakan, sejarah Desa Sayan secara tertulis saat ini memang tidak ada. Namun, secara gugon tuwon (cerita masyarakat) dari mulut ke mulut yang diketahui melalui lelingsirnya tergerus semakin menghilang. Tapi, dapat dipastikan sesuai yang ia dapatkan terkait sejarah, nama Desa Sayan menjadi bagian dari perjalanan Rsi Markandya zaman kerajaan terdahulu. “Sayan bermakna Sayuh atau lemah lesu, karena saat Rsi Markandya ke Selatan dari Desa Kedewatan (utara Desa Sayan) kondisinya mulai dirasakan lemah dan lesu. Maka beliau balik lagi ke payogan menuju utara di daerah Taro,” terangnya kepada Bali Express ( Jawa Pos Group) akhir pekan kemarin.
Selanjutnya ada juga disebutkan Sayah, yang berarti kondisi wilayahnya tidak karuan dan tidak makmur.
Pria yang juga selaku Jero Dalang mengaku mengetahuinya dari cerita lelingsir terdahulu. Semua itu sesuai data yang ditemukannya pada Lontar Manawa Dharma Sastra dan Bhuana Kosa yang juga menggambarkan sekitar Desa Sayan. Dijelaskannya, lantaran kondisi wilayah yang Sayah dan Sayuh, maka ditugaskanlah seorang raja dari Puri Mengwi Badung bernama Banyu Ning dan adiknya Banyu Anyar, menempati wilayah yang Sayah tersebut. Singkat cerita selanjutnya diberikan nama Sayan.
Sejalan dengan perkembangan zaman, karena ada perebutan kekuasaan dari Kerajaan Ubud, terjadilah keadaan yang kurang kondusif. “Tepat di timur Desa Sayan ada yang membakar kubu (rumah beratap alang-alang) yang kemudian dikira ada penyerangan datang dari Kerajaan Ubud, sehingga warga lari ke barat menuju Desa Bongkasa dan sekitarnya. Bahkan, sasuhunan berupa Rangda dibawa juga lari kesana,” ujarnya.
Tragia juga mengatakan, dulu di Pura Dalem Sayan terdapat dua sasuhunan rangda. Satu warna rambutnya putih dan satu lagi merah. ” Yang berwarna putih dibawa lari ke daerah Bongkasa tempat mengungsi, dan satunya lagi masih dilinggihkan, yang sampai saat ini nyeneng di jeroan kaja Pura Dalem Gede Sayan,” urainya.
Lantaran dikuasi oleh Kerajaan Ubud, maka diajaklah empat orang warga untuk tinggal di Sayan. Yakni rarudan (perpindahan) warga dari Desa Kutuh Ubud, sehingga akhirnya terdapat Banjar Kutuh. Selanjutnya untuk membuat peralatan pertanian dan dapur, maka diajak juga seorang Pande dari Desa Peliatan, sehingga terdapat juga Banjar Pande di Desa Sayan.
Begitu juga dengan warga yang datang untuk tinggal di Sayan berasal dari Desa Taro yang kini terdapat nama Banjar Baung.
Sedangkan Banjar Mas, dikatakan rarudan dari Desa Mas yang berjumlah 28 warga yang kreatif membuat gambelan angklung. Sehingga sampai saat ini, angklung tersebut tetap dimiliki oleh 28 krama atau sekaa.
Selanjutnya untuk kebaradaan Banjar Sindu dan Ambengan, Tragia mengaku berasal dari daerah Batubulan. “Kalau warga Sayan asli memang tidak ada, karena semua yang tinggal di sini merupakan rarudan semua dari beberapa daerah. Makanya, kehidupan sampai saat ini sangat beragam dan menyatu, meski berbeda trah dan asal -usul awalnya,” tuturnya.
Tragia juga menambahkan keberadaan Desa Sayan sempat kena pastu (kutukan). Suatu ketika ada seorang perempuan menjual air, namun warga Sayan enggan membeli karena sudah minum tuak. Lantaran penolakan itu, airnya dibawa ke selatan Desa Sayan, dan sampai saat ini sumber mata air di desa itu bisa dihitung dengan jari.
Air yang dibawa pedagang itu, ditawarkan kepada seluruh warga yang ada, namun dijawab dengan mengatakan sudah ada tuak. “Maka, kalau dulu peminum tuak terkenal dari Desa Sayan,” bebernya.
Air yang dibawa pedagang itu, lanjut Tragia, kemudian dipastu dan dibuang ke selatan desa, sehingga di selatan Desa Sayan banyak mata air yang muncul. Sedangkan di Sayan sendiri, mata air murni tidak ada, hanya dari rembesan aliran sungai saja.
“Untuk membuat sumur sampai kedalaman 24 meter, belum tentu ada air yang muncul. Itu sesuai informasi dari leluhur yang ada dulu saya dengar, kalau dibilang mitos iya, tapi kalau lihat kenyataannya juga nyata seperti itu adanya,” imbuh pria 74 tahun tersebut.

Опубликовано:

 

11 окт 2024

Поделиться:

Ссылка:

Скачать:

Готовим ссылку...

Добавить в:

Мой плейлист
Посмотреть позже
Комментарии : 3   
@SiaomaySukaEla
@SiaomaySukaEla 4 года назад
👏👏👏
@niwayansuarni4528
@niwayansuarni4528 3 года назад
Aku tinggal di sayan
@noviawidiantari6281
@noviawidiantari6281 4 года назад
Ijin save kak🙏🏻
Далее
Обыкновенное чудо
00:48
Просмотров 760 тыс.
9 PURA KAHYANGAN JAGAT DI BALI DAN DEWA YANG BERSTANA
18:11
wisata alam curuk batu templek
15:37
Просмотров 697
Desa Terpencil Atas Awan Perbatasan Wonogiri Pacitan
15:22
Обыкновенное чудо
00:48
Просмотров 760 тыс.