Cerita perjalanan hidupku yang berawal dari rasa penasaran dengan kalimat Indonesia Darurat Programmer. ❤️ Follow IG : / sastranababan 🤝 Join Discord Indonesia Tech Alliance : / discord
memang benar superman haha. tapi buat batu loncatan mas, bukan maksudnya gak loyal. tapi step by step , anda mau dapat ikan paus juga umpan nya yg setara. semua jg proses dan gak semua bisa langsung beruntung bisa dapat kerja di perusahan yg sudah stable.
Ah temen gua programmer sampe nganggur 3 tahun nyari kerja ke perusahaan ga muluk muluk, sebelum akhirnya dia bikin start up, banyak yg kaya gini tapi mirip mirip
Dan gara" kabar darurat programmer saya memutuskan untuk kuliah dimana saya berharap dapat ilmu mengenai pemrograman yang mendalam, namun faktanya ilmu yang diajarkan di perkulihan hanya ilmu dasar yang bisa kita pelajari secara otodidak. Kesimpulannya kuliah sebenernya bukan tempat mencari ilmu namun tempat mencari ijazah(gelar) dan mencari relasi.
Sebenarnya programmer di Indonesia banyak, tapi untuk startup jelas mereka punya budget yang cukup untuk back end atau front end saja, padahal mereka maunya bisa semua, mungkin dari teman teman yang saya kenal mereka lebih memilih untuk mencari diluar negri untuk bekerja, tapi beberapa juga ada kok yg di startup mereka sendiri
startup itu tidak nyari programmer, mereka nyari 1 IT departemen dalam 1 orang, bahkan ada startup yang nyari programmer yang bisa rangkap jadi customer service
Betul. Saya IT Programmer dlm suatu PT yg merangkap CS, bahkan kadang jd tukang service pc,lptop atau printer. blm lagi pemasangan jaringan,hehe. itu saya lakukan waktu membuat aplikasi,memelihara aplikasi beserta database server dll banyak tdk bs saya sebutkan. tp saya mensyukuri semua itu wlpn gajinya nggak double. tp realitanya kebanyakan spt itu IT harus bs semuanya. Kebanyakan org spt itu dalam menganggap IT. saya masih beruntung bisa bekerja di era sulit spt ini.
@@yudhistirahakim.1233 makasih bro, saya anggap tekanan dlm pekerjaan sbg pembelajaran agar lbh banyak pengalaman. Saya jg anggap pekerjaan tak lebih dr sekedar hobby dan gaji sbg bonus. Jd tekanan pekerjaan terasa lbh ringan. Sudah bersyukur saja, krn awalnya hanya sebagai tukang servis cpu saja, tp lama kelamaan menjadi programmer, database dan sampai ke jaringan. Alhamdulillah
@@AFC01 bner bro, kalo ga bisa manfaatin peluang bakal susah buat maju, ditambah lagi lowongan kerja sekarang makin sulit , tekanan makin berat, pesaing makin bertambah.
@@AFC01 saya sebagai system administrator juga merangkap sebagai teknisi lapangan, pernah sampai diajak ikut develop aplikasi dgn flutter, pernah training terminasi kabel FO agar punya keterampilan katanya, padahal basic di jaringan-hardware-linux aja. Notabenenya kalo di dunia kerja kita harus multitalent. Tapi point positifnya kita jadi banyak pengetahuan.
Saya seorang siswa kelas 12 yang memiliki cita" sebagi Android Developer. Saya merasa bahwa saya sudah cukup "menguasai" bahasa Java hingga kedalam dalamnya. Kebetulan saya punya teman teman sekolah yang ingin masuk IT, saya tanya mereka apakah bisa koding atau seenggaknya ngerti cara print hello world. Jawabannya mereka semua ga tau dan bingung kalau mau mulai koding dari mana. Akhirnya saya memutuskan untuk membangun sebuah kelompok kecil dan membuat course kecil kecilan untuk membimbing mereka. Saya harap hal tersebut bisa berguna bagi mereka nantinya dan bisa membuahkan manfaat yang lebih baik juga untuk yang lainnya. Kesimpulannya adalah mereka itu aslinya punya keinginan dan tekad untuk menjadi seorang programmer, hanya saja mereka masih belum tau harus mulai dari mana dan koneksi antar orang-orang "IT" itu mereka belum terlalu kenal. Dengan adanya course tadi, saya sangat bersyukur dan seneng banget bisa membantu temen temen saya ini :))
Bang boleh ga bagi kontaknya ,, sya mahasiswa teknik informatika jga , udh SMT 4 tpi blum bsa kuasai Java di karenakan dosen di kampus cmn ngajarin dasar2 nya saja 🙏
Hampir dua tahun saya nyari kerja di bidang frontend semenjak lulus di akhir tahun 2020. Menurut pengalaman saya, perusahaan/startup banyak yang ngerasa kurang programmer karena requirement yang dipatok terlalu tinggi, maunya yang udah jago, entry level jadi gak dikasih kesempatan untuk belajar dan berkembang. Memang iya sekarang source untuk belajar banyak, tapi itu gak cukup sebelum kita yang entry level ini masuk ke tim untuk belajar kolaborasi dll. Khusus untuk daerah Medan, persis seperti kata abang, bahkan disini istilah front-end & back-end aja langka. Semuanya masih megang istilah programmer. Jadi supply and demand nya gak ketemu, itu sebenarnya masalahnya menurut saya, supply ngarah kemana, demand ngarah kemana. Singkat cerita, saya sekarang sedang magang di salah satu startup di jakarta (remotely), saya bisa dibilang bersyukur mereka mau menerima orang yang masih belum familiar dengan teknologi yang mereka gunakan, karena sedikit perusahaan yang bisa seperti itu.
Yang saya sesalkan, Programer tidak punya komunitas yang menjunjung tinggi standar jasanya, layaknya drafter, atau engineer lain. Kita turut berduka liat programmer dengan kemampuan cukup bagus, quick learning, kemampuan analisanya juga bagus. Tapi antara sayang dan kasihan banyak yang kurang dihargai dalam menghargai jasanya di beberapa perusahaan non IT. Bagi saya harus ada yang memperjuangkan atau komunitas yang memiliki standar dalam menghargai ability seorang programmer. Jadi tidak ada lagi yang di spelekan, merugi, dan menjadi alat orang awam yang tidak menghargai proses development. Betul, emang susah sih, dulu pernah ada dari presiden "Panggil IT, E-Goverment 2 minggu selesai" karena mindset orang orang sini emang beda paradigmanya ke orang IT, dianggap segalanya bisa dan pekerjaannya dipandang sebelah mata.
ini di mana2 kang... gak cuma di indonesia doank. Masalahnya srkg gmn caranya kita bs nego. Klo ane pribadi pake cara perumpamaan civil engineering. Ane tanya aja ke klien. Ada jembatan yg bentuknya kompleks yg jadinya hanya dalam 2 minggu. Kira2 bakal berani gak lu lewatin jembatan itu?
ah Indonesia bukan darurat programmer lae, aku dari tahun 2005 sdh jadi programmer dan dulu banyak software house kujalani dan setiap software house programmernya bisa 10 lebih. Malah setelah aku keluar jadinya sulit nyari kerja krn lowongan gak banyak sedangkan programmer nya bertumpuk, bahkan daripada nganggur aku jadinya freelance ke luar negeri lae melalui web freelancer, odesk, dsbnya. Zaman kita programmer nya kreatif2, cmn bayarannya murah, bikin software dihargain 50rb aja udah senang. Nah bedalah di jaman now, klo energi kami dibawa ke jaman now wah semangat kali lah lae, apalagi bikin aplikasi di google playstore bisa dapet duit berjuta2 bahkan puluhan juta. Kita dulu bikin software web ngarepin iklan diklik ngeri lae, dapet klik berjuta2 cmn dapet $0.0000001, tapi kita semangat lae sampai coba2 ngakalin saking kreatifnya. Nah kawan2 programmer ku dulu mungkin udh pada males show up, mereka kebanyakan udh sibuk dan fokus di zona nyaman apalagi yg berkeluarga. Bahkan klo aku tawarin proyek2 yg simple hingga besar mereka udh gak minat. Jadi programmernya dijamanku banyak, cmn mereka udh di zona nyaman atau udh sibuk jadi gak berminat nyari sana sini lagi. Tapi kalo judulnya diganti "Darurat Programmer Batak" nah itu aku setuju digalangkan, supaya halak Batak bisa jauh2 dari kode tuak, dan kecerdasan mereka tersalurkan. Horas!
indonesia sih darurat SDM berkualitas, gak peduli programmer, system architect, DBA, manajer, CEO, engineer sipil, mesin, elektronik, dokter umum, dokter spesialis, guru besar, guru kecil, ekonom, arsitek, non stop. pertumbuhan ekonomi masih digenjot oleh jualan hasil bumi dari sawit batubara mineral gas, dst...belum yg pake otak.
Programmer sampai kapanpun akan terus darurat, karena begitu programmer menyentuh dunia ISV (independent software vendor) maka dia akan menciptakan produk dan me-maintain sendiri produknya ketimbang membuat produk orang lain bersifat project yang banyak ketidakpastian. Contoh kecil saja marketplace Envato/Codecanyon, cukup membuat 1-2 produk dan me-maintainnya maka dollar bisa mengalir setiap hari, atau dengan bergabung dengan ShareIT/MyCommerce atau Avangate sebagai affiliates maka yang dibutuhkan hanya website dan produk tanpa harus memikirkan sales/marketing, jadi untuk apa lagi bekerja pada perusahaan kalau sudah bisa mandiri dan memiliki income tidak kalah bersaing dengan bekerja pada perusahaan dan untuk produk-produk yang bersifat niche bisa sampai menyamai dengan pendapatan CEO dan bahkan bisa lebih dari itu, disini kita berbicara murni skill yang hanya bermodalkan laptop+otak+internet, sedangkan tidak semua lini bisnis lainnya bisa hanya bermodalkan itu. Contoh programmer yang membuka ISV: Balsamiq, dulunya ini adalah One Man Company alias semua dikerjain sendiri, sampai dia menerima penawaran sekian ribu license yang mengharuskan dia untuk membangun perusahaan dengan alasan "kalau dia mati maka masih ada yang tanggung jawab mengurusi". So, programmer akan terus darurat menurut saya, pilihan bagi perusahaan tidak banyak yakni menghire fresh-graduate yang murah atau senior yang mahal.
@@wahyono1739 ISV = Independent Software Vendor, bikin software trus dijual secara mandiri misal video converter, kalau dikerjain semua sendirian dari produksi sampai support = istilahnya jadi mISV = Micro Independent Software Vendor.
ilmu skala internasional, tapi gaji nya nasional. yang mengambil study IT sih banyak tapi akhirnya pada sadar atau beralih profesi di kemudian hari. hahaha sepertinya jadi IT programer(entah frontend,backend ataupun fullstack) itu bakal lebih baik dan sukses untuk negara yang sudah maju dan paham teknologi informasi..tidak negara yang masih gaptek. dan lelah dengan perusahaan start-up dengan idealis culture palsu "kekeluargaan" hahaha. tapi aku kagum nya dengan beberapa IT network maupun security orang indonesia. btw jika di bandingkan dengan india, di india dunia IT pemograman-nya lebih jauh berkembang daripada kita saat ini.
Gw setuju bang, apalagi India jadi kiblat programming gw kalo lagi susah. wkwk Dan keknya bener sih, negara gaptek gini masih kurang menghargai dunia IT. Dan harapannya, di masa pandemi ini, IT lebih dipandang sebagai kebutuhan primer.
relate, apalagi coba jadi programmer di instansi, yuhu, siap" aplikasi anda malah jadi ladang politik dan uang, kadang walau aplikasi buatan kita atau bahkan ide sekalipun yg kita pikir lebih bagus, ga akan diterima karna banyak hal-hal ga logis. lucu
Ya jaman selalu berubah, dulu gojek diketawain. nah sekarang siapa yg berani ngetawain gojek??? GDP indo aja ngak sebanding dengan pendapatan gojek sekarang
Setuju bang, Indonesia darurat programmer karena programmer tidak dihargai di Indonesia selalu dibayar rendah khususnya freshgrad, gk masuk akal kalau dibandingkan dengan salary rate negara tetangga, aku juga terpaksa bekerja di start up Singapore karena hal ini, semoga kedepannya para Software Engineer di Indonesia bisa lebih dihargai jadi banyak mahasiswa yang termotivasi untuk belajar coding lebih dini..
klo masih kerja lewat perusahaan sebut saja glits bukannya gajinya masih 1/3 gaji singapurnya ? atau emang dirimu langsung kerja di singapurnya? share klo berkenan
Yoi, bro. Dulu tahun 2013 di Jogja sempat ngobrol dengan beberapa founder startup yang juga mengeluhkan hal yang sama. Gak cuma programmer untuk app, game developer juga pada susah nyarinya. Dan, itu masih terjadi sampai sekarang. Akibatnya sering terjadi bajak-membajak programmer antar-perusahaan. Salah satu misi pribadi saya dari dulu hingga sekarang bisa membantu meningkatkan jumlah dan juga kualitas programmer di Indonesia.
Gk hanya programmer mas, tapi ya network engineer dan posisi jabatan IT lainnya. Ada banyak faktor yang bisa mempengaruhi yang bikin situasi darurat tersebut. Terutama dari sisi kita sebagai karyawan / calon karyawan di suatu perusahaan IT. Dari sisi karyawan / calon karyawan, ketika nyari pekerjaan juga dipersulit dengan persyaratan dari suatu perusahaan yang bikin kita tidak percaya diri. Di sisi perusahaan, mencari calon karyawan kesusahan karena memang kebutuhan perusahaan yang tinggi. Ya, pada akhirnya gk akan bertemu sih kalau seperti ini terus
klo melihat trend nya, untuk saat ini company yang memang bukan main bisnisnya di aplikasi... divisi IT lebih ditempatkan sebagai Cost Center... padahal klo melihat, sebenernya divisi IT itu adalah Profit Center... karena tanpa divisi IT itu sendiri bisnis tersebut susah bersaing di industry 4.0 ini... nah tinggal bagaimana si punya usaha itu menempatkan tim IT itu... dan melihat juga lulusan IT sendiri lebih banyak "sampingan remote", so banyak yang mencoba peruntungan itu... nah mungkin bisa jadi ide bisnis, selain IaaS, PaaS, BaaS, kenapa tidak ada Programer as a Service atau IT as a Service
saya mulai berhenti jadi progrmer sejak 2007, kuliah stmik pontianak th 96, lulus thn akhir 2003, kuiah ampir 7 tahun karena sambil kerja garap projek2 web pemda di kalbar selama 2 tahun , di pontianak banyak tawaran projek bikin program under windows dan website, namun sejak pindah ke bandung 2004 mulai melamar2 kerja tapi ga dapat kerja juga akhirnya putuskan jadi petani di bandung hingga sekarang, selamat tinggal profesi programmer yang sempat saya cintai di masa itu.semoga programmer2 sekarang semakin berkembang dan banyak di indonesia
Salut Mas Sastra Nababan ! kami mengalami hal itu (kesulitan cari programmer). kami riset kurikulum dan continous improvement , membuka kesempatan untuk fresh grad SEMUA jurusan untuk belajar Fullstack Development. bahkan di awal pandemi 2020, kami membuat sendiri aplikasi video conference ( kelar dlm 3 bulan, dikerjakan 4 orang) demi menjaga kelanjutan belajar. Alhamdulillah, telah lahir junior programmer dari jurusan yg tak disangka-sangka spt jur perhotelan, perpustakaan, kehutanan, ekonomi, statistik dan lain-lain. mereka mampu bikin apps dari nol hingga siap digunakan setelah belajar fullstack dalam 3 bulan. Bukan hanya LEARNING tapi juga ada CO-CREATION serta CONSULTATION.....bila ada startup hendak diwujudkan, atau atau ada teman-teman dapet project super apps tapi masih kebingungan :) , maka dengan senang hati kami terbuka untuk diskusi. dan ada lagi... Kami pun berkreasi, membuat digital platform (low code digital platform) yang menjadi alat bantu bagi para programmer tuk bikin Super Apps menjadi lebih cepat kelar nya ! haturnuhun Mas Nababan, let's Be A Maker !
Selama perusahaan mampu & mau membayar dengan sallery yang layak dan cocok rasanya gak susah-susah amat. Yang jadi masalahnya biasanya kemauan perusahaan banyak tapi sallery yang di tawarkan kecil. Jadi untuk mencetak profesi seperti programmer akan selalu sulit. Jika adik-adik ini tau dari awal akan berujung seperti ini. Kira-kira menurut kalian masih ada gak yang mau masuk ke IT, disaat waktu mudah masih memiliki opsi yang masih banyak. Kecuali passion / hobi nya emang di IT.
Gw saran bgt ni bg, kembangkan cirle dev itu ga cuma di kota besar, coba misal fokus ke 1 provinsi, jateng misal. Setiap kota di jateng dibentuk dev dev cirle kaya gitu. Kegiatanya ya kalo bisa buka kelas untuk siapapun yg mau gabung dengan konsekuensi menyelesaikan pendidikan dev minimal bisa bikin masterpiece. Dan lulusanya bisa disalurkan ke perusahaan perusahaan start up terutama yg ada di indo, untuk sampingan bijsa sharing job dr luar jg, aku yakin kalo begitu kata darurat td bisa sangat diminimalisir. Kalo iya bakal direslisasikan aku mau bgt jd salah satu dari cirle itu .
Programming itu bukan ilmu yang bisa diajarkan ke sembarang orang.. Banyak yang membuka pelatihan programmer tetapi yang ikut juga ternyata tidak benar-benar minat untuk programming... Yang banyak adalah peminat programming assambler (perakit program, bukan penulis program), suka lihat tampilan program, cari kodingnya gimana, tinggal copy paste.. Yang mau memikirkan algoritma itu sedikit orangnya...
bukan darurat programmer, tapi darurat kesadaran masyarakat yang menyepelekan programmer. - Gaji dikit tapi harus bisa semuanya... - Programmer junior minimal 3 tahun pengalaman. pft=fft
Sebenarnya indonesia bukan darurat programmer, cuma kebutuhan teknologi belum terlalu urgent untuk sekarang, terutama dikota saya sendiri, banyak yang butuh program baik website maupun aplikasi, cuma mereka belum siap dengan harga yang ditawarkan, bukan karena mereka tidak punya uang, cuma mereka merasa spend budget segitu untuk sebuah program itu terlalu mahal, karena program sifatnya tidak seperti aset, tidak dapat diuangkan kembali. Belum raksasa yang menwarkan beberapa product dengan harga yang sangat rendah, lowongan kerja yang lebih seperti membuka divisi ketimbang posisi. Dan itu semua membuat beberapa orang putus asa. Dan terakhir programmer biasanya kurang meng ekspose diri mereka, sehingga banyak programmer yang tidak dikenali atau muncul dipermukaan
Saya sendiri pernah dimintai untuk buat sebuah product yang saya sendiri memperkirakan harga nya di range 7-10 juta, Tetapi saya hanya ditawari 2jt, dan ending saya mundur
Rapih sekali ceritanya bang, saya yang awalnya udah mulai bosen dan malas jadi engineer akhirnya setelah melihat video ini seperti dapat percikan api didada. Karena saya asli kabupaten kecil di jawa timur yang mana bisa dibilang gaada sama sekali wadah komunitasnya, tapi alhamdulillah saya bisa dapat kesempatan karir dari jakarta, kerja dari rumah. Nah, saya jadi pingin juga menginisiasi komunitas di daerah saya. Sekali lagi, terima kasih inspirasinya bang
Benar adanya bang. Tahun 2018 saya mencoba mendirikan startup company di bidang Software (secara umum dibidang konsultan IT). Main ke kampus dan ketemu Kajur IT nya sudah. Titip loker ke mahasiswa yang mau atau yang sudah lulus juga sudah. Hasilnya 0 alias ngga ada yang melamar. Mungkin ada beberapa faktor antara lain minat mahasiswa menjadi programmer menurun drastis. Kedua, spek programmer yang diinginkan pasar (perusahaan) masih belum bisa dipenuhi lulusan IT. Memang akan lebih dominan ke programmer otodidak dan punya pengalaman. Pun pake programmer freelance (nyambi kerja proyek saya selain kerja di kantor) ngga memberikan solusi buat perusahaan startup seperti saya. Sisi pandang kita sbg company adalah fitur software, timeline, dan hasil. Kayaknya susah ketemunya dengan kondisi "darurat programmer" saat ini. Jangan tanya jika hire programmer yang mumpuni. Pertama susah carinya, kedua mereka sibuk di perusahaan yang lebih besar, dan tentunya gajinya juga lumayan tinggi. Akhirnya beberapa peluang bisnis terlewat. Kerja marketing tidak bisa diimbangi kerja dapur programmer. Terpaksa saya refresh lagi dan turun gunung, mencoba mengerjakan sendiri dan dibantu teman yang bisa berkomitmen membantu. Menarik bagi saya jika ada DevC. Mudah2an nanti saya bisa gabung di chapter jabodetabek.
Lowongan kerja : dibutuhkan tenaga IT - menguasai MS Word, Excel, Powerpoint - menguasai Phyton,MySql 2008,C++, Java, PHP , HTML - Menguasai Linux Menguasai programmer android & IOS - Sudah pernah membuat aplikasi android & IOS - Mengerti digital marketing - Bisa membuat Konten sosial media - Mahir membuat 3D modelling, 3DMax,DLL - Menguasai tentang Cyber Security - menguasai Photoshop, coreldraw,video editing,dll - Mampu menghandle Server - Pengalaman minimal 1-2 thn - bersedia kerja Lembur gaji 4,2 jt 🤣🤣 wktu itu pernah liat lowongan taun 2018an kbtulan sya lulusan jrusan basis data.. lihat requirements bgini..cuma bisa senyum aja..
Masalahnya menjadi seorang programer hanya dengan lulusan kampus itu sangat kurang, tentunya kita mesti kursuslah, ikut bootcamp lah atau ga minimal otodidak dengan nonton video youtube Dll. Kalo di kampus cuma diajar dasar doang dan terkadang kita cuma disuruh nonton dosennya yang lagi ngoding dan ga jelasin apa apa, mau nanya apa bingung karena saking awamnya godingmnya tentang ngoding.
intinya bukan darurat programmer bang tapi darurat salary for programmer, mereka punya skill selain dari CRUD tetapi sengaja dipendam agar tidak disuruh2 selain Requirements skill yang dicantumkan pada perusahaan.
bantu jawab disini ya hehe.. ada beberapa 1. message broker kyk kafka/rabbitMQ (backend) 2. ngelock waktu ada race condition (dua user ngejalanin 2 proses bersamaan) 3. synchronous/asynchronous 4. animasi pakai CSS (fromtend) masih banyak lagi..
@@bacotpintar529 nah itu, punya skill tapi salary tidak sesuai dengan skill dimiliki. kalo ada yang mau bayar mahal kenapa harus bertahan dengan yang bayar murah??
hallo mas, bener sih mas di medan sedikit komunitas di medan programmer, saya pribadi juga kesulitan untuk bangun tim programmer...saya seneng ada developer seperti mas di medan ini, saya pribadi sangat ini membantu perkembangan developer di medan.. kebetulan nemu video ini saya jadi semangat lagi mas ternyata ada juga yang lagi berjuang membangun koomunitas di medan hehehe... dan anw yang saya tau di medan start up nya sedikit bahkan hanya bisa di hitung jari yang sukses masuk ke pasar nasional
bukan darurat sih banyak programmer tapi kemampuannya biasa dan umum.. ini saya cari programmer untuk AI tapi ngga ada yg bisa .. terpaksa belajar sendiri.. krn programmer byk ngga ngga suka matematika terutama statistik...ikut komunitas luar negeri jg ngga byk yg bisa.. saya s1 informatika dan komp..berhenti.karena ibu rumah tangga.. tapi kuliahnya suka di AI n robotik.. sekarang belajar lagi di MIT online course.. jgn berhenti belajar karena ilmu berkembang ekponensial terutama komp dkk
Saya malah lamar programmer kandas mulu karena lulusan akuntan... Padahal siap live test. Tapi sama sekali tidak ada kesempatan interview.. Memang di Indo selalu berpatokan ijasah. Akhirnya sukses kontrak dg Perusahaan Canada di singapore 2 th nambah 2th sampai akhirnya nganggur lagi hehehe
@@gamebataosai8904 kalau saya jadi bos ngga lihat ijazah lihatnya skill.. byk teman saya kuliah ngga bisa buat program.. dosen jg..teman saya jd dosen tapi kuliah buat progam ngurut data aja ngga bisa.pakai pascal..apalagi skrg jaman deeplearning. saya skripsi buat alat dan gui dipikir beli.... jd ngga usah lihat nilai dan ijazah.. lihat apa yg bisa dihasilkan
@@athaliaprincess6231 Nah itu, kalo boss semua rata rata memang gak pandang ijasah pasti programmer banyak. Tapi HRD nya yang ogah nerusin resumenya. Bayangin saja saya lamar sampai 12 perusahaan gak ada panggilan. Sekali saja ke luar negeri langsung diajak zoom.
Masalahnya gampang, semua perusahaan cuma mau cari programmer yang berpengalaman, dan tidak ada yang ingin medidik programer baru selesai sekolah, dengan bayaran yang rendah, sedangkan penawaran dari negara negara maju lebih tinggi serta gaji yang ditawarkan oleh perusahaan di eropa atau amerika lebih menarik
Jujur aja nih bro.. menurut gw start up dan perusahaan2 teknologi yg berbasis teknologi internet adalah salah satu yg terbaik di asia. Sangat mempermudah kehidupan2 kita sehari2. Indonesia sudah sangat maju dalam dunia ini ketimbang negara negara lain. Menurut gw kita udah setara ama asia timur. SEA dan EA sudah jadi tempat terbaik buat start up karena pemerintahnya juga sangat mendukung serta marketnya yg tinggi. Saya pernah ke dubai, negara yg terlihat maju itu ternyata sangat jauh dari kata maju untuk dibidang ini. Asia selatan/india yg pada dasarnya pinter2 dibidang IT dan programming malah tidak ramai peminat. Asia timur memang jagonya dibidang teknologi.. tapi asia tenggara gw liat sedang gencar2nya dan sangat pesat perkembangann startup yg sangat mempermudah kehidupan sehari2 kita. Gw yakin indonesia/asia tenggara bakalan sangat maju dibidang ini 10 tahun lagi. Singapore, malaysia dan indonesia jadi ladang startup yg sangat maju dimasa mendatang
pas banget saya baru belajar programming, eh muncul rekomendasi video ini. saya lagi belajar Python, belom pernah belajar sama sekali soal programming, background kuliah manajemen dan sejak tahun 2016 belajar soal investasi saham dan seneng analisis laporan keuangan, dan sekarang pas lagi coba2 ngelamar kerja jadi analyst, ada lowongan business analyst atau business inteligence analyst ternyata syaratnya harus bisa SQL dan Python. Jadi saya merasa sepertinya saya emang harus belajar programming, entah nanti jadi BI analyst, financial analyst atau pure programmer.
hahahaha,,, semangat,,, kalau udah ada besik analysis manual pakek python lebih cepat memahami,,,karna anak IT juga belajar matematika dan statistik,,,bagaimana kmu tau program kamu benar sedangkan manual saja tidak bisa,,,, fokus 1 bahasa pemrograman nanti pindah2 python ke javascript - php hampir2 sama kok cuma beda pendevinisian variabel dan sedikit penulisan cirikas tiap bhsa
Menurut pendapat saya (Karena saya seorang Dosen) 1. SDM Dosen ny masih dibawah rata2 dan tidak mau upgrade ilmu. 2. Yayasan ny hanya mau untuk saja 3. Kaprodi ny tidak paham sehingga masih menggunakan kurikulum yg jadul 4. Banyak mhs yg menyerah ketika belajar coding 5. Dll
@Zero Bytes bukan reward ny tetapi memang mahasiswa ny yg tidak niat belajar. Waktu mendaftar kuliah prodi yg pilih hanya sekedar ikut TREN (ambil prodi IT). Next ada yg beranggapan kuliah di prodi IT belajar MS Office, belajar photoshop.
Ah iya pak sy dari IT jg, kebanyakan dosen atau dari pihak kampus skrg kyknga kurang kompeten aja dlm mengajar. Asal mereka 'mengajar' entah mhs nya niat apa nggk mreka gk peduli,. itu pak, kmrn ada dosen sy yg bilg gtu jg,.
sama pak, dosen di kampus saya muda muda, trus dah phd smua, tapi karakternya gk melambangkan phd sama skali, ada yg gk niat ngajar sampaiada yg narsis doang cuma pamer ilmu yg gk nambah
saya dulu programmer, tapi saya sudah beralih profesi... tapi saya di hire oleh salah satu dev IT di bali yang sehat banget, makanan dimasakin chef, ada guru yoga, ada tunjangan kesehatan fisik dan mental, dll, tapi disini saya bukan dihire sebagai programmer, tapi freelance profesi saya terbaru
di daerah be like: 1. Gajinya d samakan bidang IT lainnya. 2. Anak IT = programmer = desainer = servis printer 3. Kena keyword, "masa ngerjain gitu aja ga bisa?"
Gua ini teknisi laptop, PC dan printer., Tapi suka kesel juga kalau ditanyain masalah aplikasi desain atau aplikasinya para programmer,, ya mana gua tau gitu, kita cuma bisa instal nya aja masalah desain dll itu dah bidang lain lah,, Masyarakat awam kita masih banyak, jd maklumin dulu ygy
Pengalaman di Batam, dulu pernah dapet interview dari Startup lokal, gaji nya UMR, dinaikin sedikit saya tetep ga mau, trus denger kabar Startup nya pindah ke jateng. Kalau di batam kebanyakan programmer yang udah senior di rekrut oleh Startup2 dari Singapore, kalau pun iya di rekrut dari Startup lokal yang jadi pertanyaan nya selalu "bersaing ga harga nya, sama perusahaan singapore? kalau iya boleh lah" (salary nya ya engga kyk software engineer asli di sg, cuma kalau untuk lokal kalah jauh). Jadi startup2 lokal kalah bersaing dalam hal rekrut programmer, jadi kesempatan startup lokal selalu kecil untuk rekrut programmer.
Simple saja... gaji programmer kecil bro di Jkt.. di Tahun 2021an 6.5jt - 12jt (pure programmer) harus cepet-cepat jump ke IT manager/ supervisor..angkatan saya sudah pindah ke s'pore
Kalau perusahaan masih membutuhkan ijazah untuk membuktikan seseorang itu programmer, dan bukan portfolio proyek apa yang sudah pernah dia buat, maka sepertinya kalimat "Indonesia darurat programmer" itu akan terus ada. Selama programmer dianggap hanya orang yang bisa ngoding saja dan bukan problem solver yang pikirannya sudah seharusnya melampaui syntax bahasa pemrograman, sepertinya kita memang masih darurat programmer. Opini saya ssaja sih ini. Toh saya sendiri juga kurang setahunan serius belajar Python.
perusahaan minta ijazah utk hiring programmer biasanya bukan perusahaan yg bisnis corenya di teknologi. di perusahaan ane, selama berdiri gak pernah mandang ijazah klo utk programmer, bahkan ada yg anak fisika kita hired karna memang skill codingnya ada. mantan programmer ane, masih kuliah belum lulus bahkan, sudah di kontrak sama salah satu unicorn diindonesia, gajinya hampir 20jt hahahaha
@@ariefgolang WIDIH! Gila juga tuh, gaji 20 juta. Kayaknya karena semia dunia usaha 'dipaksa' untuk paham teknologi banyak yang jadinya kagok, bingung, lalu cara cepat cari yang nyari ada ijazah sebagai bukti kemampuannya. Ndak ketemu yang berijazah plus skillnya bisa langsung dipake kerja, mereka pun merapal mantra lawas, "Indonesia darurat programmer". Padahal kalau mau cari tinggal main ke komunitas programmer juga bisa serok banyak kandidat yang mumpuni.
Btw dulu saya pernah di interview.. sekitar tahun 2010.. dia bilang kami butuh yg bisa .net,php,java,js, MS Sql, mySql.. saya tanya balik.. emang mau di gaji berapa orang kayak gitu.. lagian mana bisa nyari orang kayak gitu lewat jobstreet 🤪 endingnya saya diterima.. aneh betul
mencari progammer di Indonesia yg tau "jeroan" bahasa pemrograman sampe ke dalam, itu emang sulit. Yg paling pokok adalah KULTUR belajar kita yg ngawur, baru belajr bahasa dikit" , udah langsung loncat pake framework. Bikin ini bikin itu , tapi ga solid codenya, sehingga ketika keterima kerja, hasil aplikasinya ya abal", kurang secure, ga performant . Contoh liat aja tuh aplikasi mobile banking lokal, applikasi simcard HP dll, busuk semua.
mahasiswa fasilkom pengen nya cepet lulus, gampang menyerah, ga mau pusing, dan ngerasa ini bukan passion nya. kalo mau kerja, emang lu pikir ngandelin passion aja? salah broo. ditambah lagi doktrin yang tak terbantahkan soal kerja itu ga perlu latar belakang pendidikan. ya kalo gitu cari/jadi aja anak sma, ga usah cari/jadi anak kuliahan. kalo kerja ga dari latar belakang pendidikan terus siapa yang jadi praktisi? siapa yang jadi ahli? kemampuan engineer/developer ga cuma hardskill ngoding doang broo, perlu banyak literasi, jurnal, thesis dan sebagainya. masa iya orang dari bukan bidangnya. pendidikan juga mesti ada disini, terlepas darimana asal loe boleh bebas dari mana aja. yang gua tarik besar disini mahasiswa fasilkom. malu dong anak dari fakultas lain mau belajar ngoding, masa elu yang udah bidang nya, terus masa depan nya udah terjamin bakal dicari mau nyianyiain gitu aja. malu bro, maluuu
Ya dulu saya belajar programming lumayan lama. Nmn krn susah dapt kerjaannya akhirnya cuma jadi intruktur programming di sbuah lembaga kursus. Itu pun siswa peminat programming sangat langka. Akhirnya saya undur diri dari dunia programming dan beralih ke desain gambar teknik yg jg sy sukai selain programing. Spt AutoCAD, 3Dsmax dan solidwork
Mungkin judul yang lebih tepat, programmer Indonesia yang bagus lebih memilih kerja di luar negeri karena gajinya lebih besar dan dihargai kemampuan skillnya
masih pengen ngoding cuman otak sudah terlalu lelah setelah seharian dagang, masih pengen belajar ilmu baru namun paciweuh sama anak balita yang pengen becanda.. 12 tahun dibidang ini berakhir karena sallary dan apresiasi perusahaan yang dibangun tidak mendukung.. semoga kedepannya indonesia punya startup yang bisa mengapresiasi programmernya dan punya programmer yang gak cuman mikirin gaji gede.. tapi apa yang bisa dia kasih untuk tempat pekerjaannya 🙏🏻🙏🏻🤲🏻🤲🏻
menurut saya, di kota saya, - siswa yang mau masuk ke SMK adalah siswa yang beranggapan bahwa 'saya gak keterima di SMA tapi saya harus sekolah! yah mau bagaimana lagi bisanya SMK' - siswa yang mau masuk ke SMK jurusan RPL adalah siswa yang beranggapan bahwa di dalamnya diajarkan photo editing, vector ilustrating, video editing. yang masuk di perguruan tinggi jurusan IT ada juga dengan beralasan seperti di atas tapi yang saya kagumi, teman-teman saya yang berjurusan IT (atau yang ada mata kuliah programming di jurusannya) bisa survive bahkan menjadi programmer yang lebih sangar daripada saya yang belajar programming dari SMK RPL
@Belajar Bareng Mainan di SMK ku enggak sih bang. sudah diajarin semua, dan banyak sekali waktu luang untuk eksplorasi. kalau kuliah, malah gak ada waktu buat belajar dan eksplorasi. waktunya bakal dihabisin untuk tugas, proker organisasi, kegiatan sana sini.
@Belajar Bareng Mainan iya kenapa gitu ya, dari seangkatan anak rpl, yg jadi programmer cuma 2 org, sisanya? kuliah lagi yg sejurusan / tidak, kerja di pabrik dan malah dagang.
@Belajar Bareng Mainan mahasiswa ada juga yg begitu sampe lulus masi bingung sama jurusan yg diambil. Gimana gak, praktek lab aja masi sering nyontek. Kalo di survei mungkin banyak yg kerja gak sesuai jurusan. Apakah salah sistem pendidikan? gak juga liat aja gimana respon para siswa tentang minat belajar. Di Perpus aja bisa lari dengan leluasa, di bookstore yg rame tempat makannya, di yt video education bisa liat last comment nya. Kadang siswanya yang gak initiative, cuma ngandelin analisa pengajar untuk mecari tahu ketidak pahaman materi. Tingkat kesulitan untuk mendeteksi itu juga sulit buat pengajar karna ketidak pedulian siswa juga, padahal itu bakal ngerugin diri sendiri. Kadang waktu juga yang sulit, akhirnya lebih efektif di ajar temen.
Saya lulusan rpl disuruh bikin web app katakanlah bisa,saya beserta rekan² satu angkatan nggk ada yg mau/lanjut menjadi orang IT karena ya mereka udah nggk mau menyentuh hal² berbau pemrograman teman² saya sekarang lebih memilih berbisnis,atau lanjut bidang lain yg sangat berbeda dengan jurusan kami dulu saya sendiri pun lebih memilih bekerja di luar negeri dan teman² se angkatan jurusan RPL mereka bisa membuat web app malahan menurut saya temen² saya lebih jago dari saya dalam pembuatan web dev,jadi kesimpulannya banyak orang yg lulusan yg bisa pemrograman (junior web dev) hany perlu di kembangkan saja tapi mereka lebih memilih untuk menutupi skill mereka karena alasan mereka udah nggk mau lagi menyentuh hal² berbau pemrograman...
programmer banyak, yg high quality cuma 1%. kebanyakan mid low level skillnya. top programmer indonesia mostly goes to giant tech company such as goto or shopee at least di indo. sisanya overseas.
saya jurusan komputer ITB Stikom Bali, jujur dalam pengalaman saya belajar programer itu susah mencari solusi jalan keluar letak eror pada koding bingung mau naya ke teman juga ter bebani taya ke dosen ke buru malas baru di jawab bahkan tidak sama sekali. buat belajar juga banyak situs website namun ya itu bayar juga. kebanyakan saya belajar dari konten youtube india karena mereka jujur cepat juga memberi tau posisi eror pada script durasi videonya saja 1-6 menit jadi point saja di bahas. kalo konten indo jarang ada sekali ada isi basa basi eleh2 ujungnya sama aja eror gateli.
beruntung sampe hari ini masih dikasih interest sama programming, dari awal develop desktop application terus kerja sebagai fullstack developer di apps mobile dan website, hingga hari ini bisa nyemplung di web3 application diumur yang masih 20, smoga programmer di indonesia bisa lebih banyak berkembang lagi.
Gambaran lowongan IT spek dewa tapi gaji free Kualifikasi yang harus dipenuhi : 1. Menguasai bahasa pemrograman meliputi : python, java, c#, php, JavaScript, R, ruby, golang, swift, dll(lebih banyak lebih baik, kalau tidak banyak out aja klean) 2. Menguasai berbagai macam framework meliputi : flask, django, laravel, CI, segala macam framework js, dll 3. Menguasai database administrator : sql, pgsql, oraqle 4. Paham dengan visual data 5. Paham data mining 6. Menguasai machine learning 7. Bisa menggunakan tensorflow 8. Paham dengan AR 9. Dapat mengendalikan hujan 10. Bisa naek becak tanpa di kayuh 11. Kebal dari berbagai macam ilmu santet 12. Bisa terbang (yang diutamakan punya sayap) 13. Yo ndak tau kok tanya saya (kualifikasi yntkts) 14. Bisa masuk deretan anggota avangers 15. Diutamakan ras wibu, dikarenakan kuat dan tahan banting 16. Bisa ngaduk semen 17. Bisa naek rollercoaster tanpa jantungan 18. Bisa mengendarai motor tanpa menggunakan motor 19. Memiliki skill hipnotis 20. Bisa makan kaca atau beling 21. Bisa mendaur ulang sampah 22. Kuat untuk menjadi avatar 5 elmen 23. Mampu baywan dengan boboi 24. Mampu ngupil sambil hanstand 25. Mampu menggantikan posisi inspektur ladusing, dikarenakan tidak kompeten 26. Mampu mengatakan "aku bukan anak kecil paman, nama ku siva aku siva" Monggo silahkan ditambah sendiri kualifikasi untuk lowongan IT spek dewa tapi gaji nya free..............................
darurat iya tapi untuk perusahaan lokal saja. perusahaan asing/multi nasional jarang kesulitan lho dapat programmer . salah satu teman saya pernah bekerja di perusahaan lokal dgn gaji di bawah UMR sbg web developer (fresh Graduate S1). jadi kesimpulannya dgn adanya darurat programmer ini .SDM programmer indonesia sudah cerdas bagaimana menempatkan diri agar dirinya lebih di hargai. cara orang IT memang keren protes dengan senyap dan tak berisik.
Kalo programmer sih banyak tapi programmer spesialis itu yg jarang Perusahaan lokal yg gajinya diatas 10jt juga banyak kok, tapi ya emang rata2 di jawa khususnya jakarta (Berdasarkan survei gaji HRD Bacot 2021, rata-rata gaji Programmer di Jakarta adalah Rp 8,7jt) Ya pindah jawa/jakarta aja klo skill temen lo kurang dihargai atau keluar negeri klo skillnya mumpuni
Circle saya banyak web developer, dan mereka secara teknikal ya cukup mapan. Tapi ya gitu. Hampir semua temen-temen saya ini lebih memilih kerja remote ke perusahaan luar negeri atau ya lewat platform freelancer. Kalaupun ada yang lokal, itu di startup/perusahaan yang sudah well funded. Faktor utama, ya dari sisi gaji sih. Kalau banyak perusahaan-perusahaan sini yang berani "invest" lebih untuk programmer dan tidak dijadikan "superman", kemungkinan akan mengurangi krisis programer.
Nggak tau bagaimana istilahnya, tapi emang naratif, diawal ada problem sampek akhirnya ya tetep berasa gimana semua karena problem di awal. Dan nggak berasa saya tonton sampai habis, nggak ada bertele-tele, mantep. Sudah sangat terbiasa bikin script ini mah.
Karena programmer di Indonesia kurang dihargai jasanya bang...maka dari itu mending cari rejeki di luar negeri..punya skill ya harus ada harganya yang pas donk...
saya domisili di labuan bajo. saya cinta programming. tapi takdir berkata lain. saya harus berjalan di jalan yang lain. saya harus jadi salesman. tapi programming tetep jadi hobiku. react dan laravel. cannot get ride of it..
sekarang banyak yg WFA/WFH coba diperluas aja ilmunya bro, jadi golang, or java kalau mw jadi BE, bisa apply dari rumah, kerja dari labuan bajo juga, saya juga orang NTB tapi lombok hehe
Terima kasih sudah curhat bg. Ini memang nyata kita darurat proggrammer. dari 2012 sampai sekarang saya belum menemukan teman programmer di tempat saya atau beberapa daerah kota yang dekat kecuali guru yang mengajari saya dan satu teman. btw, yang dari Aceh dekat medan meet yuk sharing pengalaman?
bener memang indonesia darurat programer, dalam angkatan kuliahku ada sekitar 35 orang dan yang bekerja menjadi programer hanya 4 orang, sisanya berkarir di hal lain.
Makasih sharingnya mas menambah wawasan hehe Btw upload videonya ngga tiap hari sih tapi sekali upload bobotnya sangat besar, cukup buat bikin saya selalu keingat beberapa kalimat dari perkataan mas sastra hingga bertahun kemudian🔥 Panutanqu🙏🏻
Memang setuju indonesia darurat programmer, karena definisi programmer itu sendiri tidak sesederhana mereka yang bisa CRUD, definisi programmer sesungguhnya bagi saya adalah mereka yang sungguh-sungguh bisa memecahkan segala masalah dengan bahasa pemrograman(apapun), ini sangat relate sekali dikantor saya, yang membuat ini menjadi selektif untuk merekrut the real "programmer". btw baju abang kekecilan nampaknya.
setau gua ya, start up sekarang itu kebutuhannya itu berhubungan manipulasi data. entah menampilkan, manipulasi ini itu. hasil presentasi yang dibutuhkan kebanyakan berupa web. jadi, tidak harus menguasai semua bahasa. kebutuhan akan bahasa tingkat rendah c atau c++ jarang dibutuhkan. bahasa begitu lebih ke security hardware entah networking, os. programmer sekarang lebih dibutuhkan hal teknis soal design patterns dan architectural patterns. bagaimana membuat dan menyusun kode secara terstruktur agar maintenance kedepannya gampang. soal bahasa pemograman ya gitu2 aja, satu sama lain hampir mirip2. kalau udah hafal mati 1 bahasa. mau kebahasa lain udah gampang. kebutuhan akan masalah ya berhubungan dengan manipulasi data. bukan sesuatu kayak perusahaan yg tujuan menciptakan product core. kayak adobe. microsoft, microsystem dengan mysqlnya.
gue sebagai publisher app di appstore & playstore ngerasa Programer indonesia tarif nya mahal2 ga ngotak, mending pake freelance dari orang INDIA, cepet rapih dan murah banget
Bang.. saya punya pengalaman untuk posisi programmer bang, cuma yg jadi masalahnya entah instansi negri/swasta gk tau knp selalu mandang programer itu bisa nglakuin apapun terkait IT, dan anehnya gaji itu di sama ratakan sama karyawan lain itu... saya yakin semua programmer paham betul ky apa proses dia bisa mahir di bidang itu kan.. karna nyaris semua sumber tekniknya ada di negara tempat awal software itu di bangun kan.. saya pikir jika ada semacam aturan hukum untuk tujuan menggenjot programmer di indo, yakin dah gak akan lama pasti pesat kembangnya..
Karena definisi software engineering menurutku sangat luas. Berat banget satu orang bisa semua hal. Kebanyakan pasti ambil spesialisasinya masing-masing. Ujungnya ketika perlu sumber daya yang spesifik jadi jarang. Yang kemungkinan besar bisa jalan itu ya team yang cukup lengkap jadi bisa bangun dan maintain dari A sampai Z nya. Kalau sendiri pasti sumberdaya terbatas dan cuma bisa bangun sesuatu yang kurang signifikan.
Di Indonesia programmer diharuskan spt superman yg bisa segalanya. Bayaran sak upil. UMR saja sdh untung. Plus sdh byk lulusan programmer. Bermutu atau tdk perusahaan tdk melihatnya, yg mrk tahu over supply shg set salary seenaknya. Ini sdh lama terjadi dan tdk ada perbaikan.
Makanya perusahaan harus agak ngotak dikit lah kasih gaji, masih banyak bgt perusahaan kolot kasih requirement bejibun tapi gajinya cuman umr, gitupun minta ada pengalaman dll.
Di Medan banyak kok yg jago programming, tapi emang lowongan kerja programmer disini yg kurang ajar. Perusahaan gede tapi cari orang yg bisa handle satu divisi dngn bayaran setara anak magang di Jakarta. Akhirnya ya kita merantau ke ibukota, karena di kampung sendiri nggak dihargai. Perusahaan di Medan bukannya nggak bisa mensejahterakan programmer, tapi emang nggak mau aja.
Maaf aku dislike, programmer di Indonesia sebenernya terlalu banyak, lulusan IT saja sudah banyak banget, aku nanya orang di mana2 kebanyakan banget lulusan IT, seandainya pun dari semua lulusan IT setengahnya saja yg benar2 jd programmer, itu jg sudah sangat terlalu banyak, coba cari deh sarjana itu kebanyakan dari bidang apa di Indonesia. Aku setuju sama komen2 kebanyakan, perusahaan banyak yg nyari Superman, padahal IT Indonesia banyak yg jago, ngga kalah ama impor bahkan melebihi, tp kasiannya banyak orang India yg ditarik kerja di Indonesia sehingga mengurangi lapangan pekerjaan programmer local. Perusahaan selalu menganggap orang India lebih pengalaman, padahal aku liat orang India biasa aj kalo sudah kerja (tp kalo test interview jago banget), jadinya orang local sendiri jarang dikasih kesempatan & susah naik gaji. Di negara India, IT di sana banyak diberi kesempatan oleh perusahaan mempelajari hal yg baru, jd mereka banyak yg berpengalaman dibandingkan perusahaan Indonesia jarang kasih kesempatan dengan alasan belum pengalaman, makanya IT India umur 20an pengalaman seabrek, mereka sangat menang di situ, akhirnya banyak perusahaan Indonesia bilang darurat programmer, hadeh ampun deh, padahal alasan aj buat impor tenaga IT asing.
Saya bukan dari background programmer, pertama dapet kerjaan programer freelance di upwork, dan berlanjut dapet kerjaan di luar negeri. Baru 2 tahun saya ndalamin programer, agak masih ndak percaya kalo indonesia darurat programer, cuma pertanyaannya perusahaan masih mau nerima orang yg masih ingin belajar apa ndak sebenernya.
Programmer yg ada dan mau gak di hargai bang, makanya banyak jg yg banting stir jd pengusaha sendiri atau pindah jabatan keatasnya. Gw sendiri klo gak ada kopet udh buka usaha sendiri x, jd programmer cm buat kerja aja skrg. UC selesai case closed. Dan tunjangan Programmer itu gak ada dibandingkan dgn Buruh atau staff lain. Programmer di medan perang itu setara dgn Warpig, disewa hanya untuk mati aja.
"Indonesia itu banyak programmer, tapi sayangnya kebanyakan di Indonesia kurang dihargai karena emang sistemnya terlalu birokrasi. Ga heran kalo kamu liat banyak yang kabur ke luar Abu Dhabi ke amrik atau malah dipendem aja" -- Bu Bos
setuju banget, awal saya mulai karir itu gaji ditawarin cuman 2,5 udah lebih rendah dari tukang parkir wkwk, padahal bootcamp aja 20 juta + biaya kuliah 7 juta persemester. konyol banget para CEO nya. pasang cv di linkedln malah banyak yang ngajak join. memang perlu di edukasi lagi tuh :v
@@valdryanivandito111 menurut aku kurikulum mungkin ga sempurna, tapi penyebabnya bukan itu, temen se-angkatan ku di kampus mayoritas jadi IT engineer, baik di Tech Company ato di tempat lain, bisa di katakan 50% lebih terutama yg dari keluarga mahasiswa daerah aku, mungkin ini jg ada hubunganya dengan motivasi sama kemampuan si mahasiswa itu sendiri, banyak mahasiswa yg begitu mudah masuk jurusan IT tapi setelah masuk mengaku salah jurusan, jujur aku dulu pernah jadi tukang bikin skripsi mahasiswa IT pas masa2 nganggur habis lulus, jadi bisa di bayangkan aja gmn kualitas mereka, dan aku udah tobat sekarang
Biasanya yang kejadian di kampus: 30% struggle karena ga ada talent, nyerah, dan akhirnya sibuk maen game online. Biasanya kaget kalau coding itu gak segampang gunain ms-word/excel. 30% lulus tapi ga jadi IT, lebih suka dagang/kerja lain karena ga suka coding. 30% beneran jadi programmer 10% mahasiswa abadi, nasakom, nanokom
Sebenarnya Krisis ini ada hubungannya dengan Kecepatan perkembangan *Teknologi Hardware* yang sangat Cepat di abad 21 ini.. Pada masih inget ga? Tahun 2000-an awal.. HP kita masih Kotak: Nokia, Motorolla, dsb.. Sekarang bahkan Android udah macem2 merek.. Kecepatan Internet udah sangat tinggi bila dibandingkan 10 tahun lalu. Banyak Pekerjaan menjadi lebih mudah dan efisien dilakukan dengan memanfaatkan sistem komputasi Daring. Toko-toko Online udah berjamuran saat ini.. Tapi toko saja tidak cukup. Banyak Usaha-usaha yang berkembang membutuhkan *Company Profile*... Dan kesadaran untuk mendigitalisasi Usaha mulai meledak akhir-akhir ini. Sayangnya Dunia Pendidikan Indonesia belum siap untuk mengikuti _percepatan laju_ kebutuhan engineer seluruh Indonesia saat ini. Dan itu dibuktikan dengan adanya data bahwa hanya sekitar 20% lulusan kampus IT yang benar-benar menjadi *Programmer*. Perlu ada tindakan khusus dari Kemenritekdikti untuk percepatan pemenuhan kebutuhan Engineer, dan untuk bisa mewujudkan hal tersebut tidak bisa dengan memperlakukan Standar Kurikulum dan Anggaran yang sama dengan Disiplin Ilmu lainnya.
Maksud nya mungkin programmer berpengalan yang multitasking...jago coding,bisa menjaga kebersihan kantor,bersedia antar jemput sekolah anak bos, lebih disukai yang pinter masak, rajin ibadah dan tidak keberatan salary terpending...takbeerr
Harus memang orang yg benar benar mau mendalami sebagai programmer dan dia yakin bisa berkarir disana. Patut diakui bahwa sertifikasi IT itu penting. Mantap bang pembahasannya.
di medan kayanya masih nyari yg spek superman bajet umr bahkan dibawah umr, gak masalah sih kalo masih junior itu pun kalo diterima sebagai junior.. dan seandainya dimedan ga ada konsep orang dalam dan mentingin ijazah dibanding skil, bakal maju medan.. juga untuk kampus yang punya jurusan it dimedan kayanya baru beberapa yg kurikulum nya udah di update, harapannya semoga semua kampus bisa mengupgrade kurikulumnya 🙂
programer suruh bikin desain sosmed, bikin desain brosur, suru bikin apps ios gajinya umr ga nyampe. cuman bilang "nanti kalo saya sukses saya ga lupain kamu deh" 😑
saya pengen banget jadi programer cuma logic saya gak mampu wkwkwk tapi kira2 ada gak sih bahasa pemprograman yang sangat mudah dimengerti untuk orang awam ?
Masalahnya bnyk perusahaan yg mau cari programmer serba bisa. Semua bahasa pemrograman harus bisa tapi ga berani bayar gajinya. Mau cari singa tapi cuma berani bayarnya pake kacang. Siapa yg mau kerja kalau gt. Mau dapat singa tp kasih makanan monyet.
Gimana ga darurat, dihargai aja engga klo di dalam negeri. Ndak semua, tapi emang kebanyakan gitu. Klo startupnya ga berani take risk gede ya susah juga. Gaji aja satu digit 👀 dua digit pun ga worth sama waktu+effortnya
Semua bermula Dari gaji guru/pendidik yang murah. Dari situ masyarakat Indonesia tidak melihat sebuah nilai Dari kekayaan intelektual. Berlanjut ke software bajakan, masyarakat Indonesia tidak benar2 menilai software Dari sisi esensialnya. Banyak makhluk +62 menganggap perangkat lunak itu tidak berhak menjadi sesuatu yang mahal. Selagi bisa dibajak, tidak ada hal yang benar2 perlu dibeli. Di sini pandangan umum masyarakat +62 terhadap perangkat lunak terbentuk. Sudah menjadi pemikiran umum bahwa dalam transaksi pembelian perangkat lunak, uang kita tidak ditukar apapun kecuali suatu hal yang bisa digandakan secara effortless. Sudah jadi pemikiran umum bahwa tidak ada bahan baku yang terlibat di sini, tidak ada resiko, tidak ada energi, tidak ada pertumpahan darah, perjuangan dan lain sebagainya. Perangkat lunak hanyalah hal yang tidak bisa disentuh. Di sinilah letak kesalahan mindset manusia +62 secara garis besar. Tidak ada harga atas kekayaan intelektual. Semuanya dipatok berdasarkan material fisik yang ada. Fotografi dilihat dari harga gear, bukan nilai karyanya. Jasa desain Arsitektur masih dihitung dari % biaya proyek, bukan semata2 dari apa yang sudah direkacipta. Lalu material apa yang bisa digunakan untuk menghitung jasa Reka cipta perangkat lunak? Apa Jumlah kopi dalam proses pembuatannya? Apa harga sebuah jasa desain grafis? Jumlah Polygon vector? No., Inilah yang disebut kekayaan intelektual. Kekayaan ini seharusnya non fungible. Sebuah gembok seharusnya lebih mahal dijual ke bank dibanding dijual ke warung nasi. Tidak bisa hanya dilihat dari "sama2 gembok" tapi apa yang bisa dilakukan gembok itu di sebuah bank. Berapa nilai yang bisa diselamatkan oleh gembok tersebut. Selama manusia di Indonesia masih memaklumi pembajakan perangkat lunak, percayalah bahwa profesi software engineer di Indonesia tidak akan dihargai secara pantas. Dengan sedikitnya employer yang membayar pantas, akan sedikit juga interest atas profesi tersebut. Well, mungkin ini awal mula software engineer shortage di Indonesia. #PanjangSekali 🤣
tapi kl dilihat dari channel 2 RU-vid tentang programmer banyak yg nonton, mungkin banyak orang yg beralih ke bidang ini. Yg dikhawatirkan adalah ketika menjadi terlalu crowded.
saya belajar programming untuk kebutuhan komputasi. sebagian komunitas programming yg saya tahu memang jadi satu badan. biasanya perusahaan biasa meng-:outsources" kebutuhan IT atau programming mereka. satu perusahaan yg pernah saya kontak bekerja seperti itu. mereka yg menangani dan merawat kebutuhan program di perusahaan lain. karena mereka yang paham talenta yang dibutuhkan dan spesialisasi.
Yg "berkerah" gak ngoding samsek, cuman duduk denger ceramah seminar pelatihan aplikasi yg dipake, abis itu udah. Kalo mau maintenance tinggal hire freelance kelar. Yg "berkaos" lari sana sini dan kudu harus bisa bersaing sama tuhan (bisa segalanya)...