Tampak jadi modernitas : demokrasi adalah jiwa bangsa dunia (BK:internasionalisme). Masalahnya: 1.perlu detailisasi demokrasi (termasuk pancasila) dalam suatu revolusi kebudayaan. 2. Lesson learned dari sejarah ketatanegaraan kita, anggaplah terakhir pada abad 18, kita temukan Perjanjian Giyanti. Perjanjian ini tidak saja merekam praktek penyelenggaraan kenegaraan, namun (dalam kontek NKRI) juga menunjukkan ada masalah hukum yang perlu perhatian. Halnya: Mataram (baca Jogja) adalah state (Belanda sebagai saksi) yang berlangsung hingga sekarang. Maksudnya, UU terakhir nomor 13 tahun 2012 tidak memediasi integrasi RI dan Mataram. Masalah ini sekarang masih tertutup tirai skema keuangan Pusat-Daerah. 3. Praktek praktek kenegaraan mulai dari kalurahan, struktur birokrasi dan kelembagaannya (pariradya), yang dg cerdas Sultan melemahkan birokrasi bentukan Belanda. Dan juga dibentuknya lembcga lembaga yg nantinya menjadi DPR(D). Semua terlihat live di Mataram ini. Mungkin sebagian publik berpandangan sebagai local wisdom, dan itu useful pada konteks NKRI. Kiranya ini roh bangsa yg kuat. Masalah: semua tidak terintegrasi terstruktur dalam NKRI now, dan kalau kita pinjam istilah Rektor Univ Sorbone sebelum revolusi Perancis: apakah NKRI saat ini dalam suatu progress? Sekedar catatan: tahun 1955 ada simposion (dg toknh tokoh pendiri bangsa) dan tahun 1974 (seolah mengulang Simposion) Diskusi Nasional tokoh tokog besar bangsa ini dg filsuf Amerika Sidney Hook. Dua peristiwa ini seolah olah menjadi dasar legitimasi strategi kebudayaannya orde baru, dg salah satu hasil gemilang: mampu menahan deret ukur pertumbuhan penduduk nasional dan swasembada beras.
Demokrasi maksimal hukum minimal, karena demokrasi itu cendrung liberal, siapa yg kuat dia yg berkuasa, bukan hukum yg berkuasa. Karena konsep demokrasi itu mekanisme pasar sebebas bebasnya, maka pemilik modal yg akan selalu berkuasa. Seperti di Amerika. Jadi demokrasi itu seperti hukum riba dan binatang buas, pasti yg kuat memakan yg lemah. Karena menumpuk kekayaan tanpa batas.
Minim kata katapun tetap masih ada kata walaupun sedikit. Bahkan yang tuli bisu pun masih menggunakan kata walaupun melalui bahasa isyarat. Pada dasarnya, kata adalah sarana bagi manusia untuk bertukar pikiran dan memperkaya diri dengan ilmu dan adab, juga belajar tentang semua hal. Anak manusia yang belum bisa berbicara lalu tumbuh besar dan mulai berbicara dan mengeluarkan kata kata, jumlahnya tergantung seberapa introvert/ ekstrovert anak tersebut. Yang introvert, pendiam, tapi belajar melalui buku atau google yang penuh dengan jutaan kata - kata.
Kata nya taliban merdeka di kata katakan di indonesia jgn di besar besarkan karena akan memicu semangat baru terpris semskin semangat kata kata siapa lslou bkn katakata kelompok rejim jahat yg mengatakan nya di indonesia zdk ada teroris kata siapa kata prof DR Rg toa surou bin merdeka.