Kesenian Bangreng berasal dari kata terbang dan ronggeng. Terbentuknya Kesenian Bangreng ada kaitannya dengan penyebaran agama Islam di Kabupaten Sumedang. Sebelum Sunan Gunung Jati mengislamkan beberapa daerah di Jawa Barat, masyarakat Sumedang masih menganut kepercayaan hinduisme. Untuk menghilangkan kepercayaan tersebut, Sunan Gunung Jati mengutus empat orang, satu diantaranya bernama Eyang Wangsakusumah. Dalam proses penyebaran agama Islam, Sunan Gunung Jati dan utusannya melakukan pendekatan dakwah dengan diselingi kesenian Terbang. Untuk memudahkan masyarakat menerima ajaran agama Islam, Eyang Wangsakusumah, salah satu utusan Sunan Gunung Jati menggambarkan bahwa kata terbang yang berjumlah 7 huruf. Diartikan bahwa selama 7 hari (Senin, Selasa, Rabu, Kamis, Jumat, Sabtu, dan Minggu) wajib melaksanakan sholat 5 waktu. Melalui seni Terbang tersebut, Eyang Wangsakusumah menyelingi dengan lagu-lagu sholawat. Pada abad XVII seni Terebang mengalami perkembangan dan dipentaskan di acara-acara keagamaan. Kesenian Terbang kemudian berganti nama menjadi Gembyung, perubahan tersebut juga diikuti dengan penambahan beberapa alat-alat musik, seperti goong, kulanter, dan kecrek. Namun, nama Gembyung tidak bertahan lama, dan akhirnya berubah menjadi Bangreng.
30 сен 2024