Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatu
Masjid Jami’ Kebon Jeruk berada di kawasan sibuk pusat kota Jakarta, tepatnya di Jalan Hayam Wuruk No. 85, Kelurahan Maphar, Kecamatan Tamansari, Jakarta Barat. Nama Kebon Jeruk diberikan karena konon dulu di sekitarnya banyak tumbuh pohon jeruk, yang tentu saja sekarang sudah tidak ada bekasnya lagi. Masjid Jami’ Kebon Jeruk dibangun tahun 1785 berdasarkan berita Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indië 11-10-1935 tentang 150 Tahun Masjid Molenvliet-Oost, Batavia 1785-1935 sebagaimana tampak tahun pendirian 1785 Masehi pada dinding luarnya, sedangkan di atasnnya tertulis "1199" atau "1144" (Hijriyah), versi lain menyebut tahun 1786 dan 1792. Luas tanah masjid 1.200 m2, luas bangunan 1.200 m2, status tanah Wakaf dengan daya tampung 800 jamaah (simas.kemenag...., mungkin data luas bangunan dan daya tampungnya sekarang sudah berubah karena penambanahan tingkat lantai di bangunan belakang.
Dari prasasti yang dapat ditemukan di tengah masjid ini, tertulis bahwa adalah seorang perempuan Tionghoa yang beragama Islam menghibahkan masjid ini kepada masyarakat sekitar tahun 1817. Nama perempuan itu adalah Hj. Fatimah Hwu. Waktu itu Chan Tsin Wa atau Tschoa adalah pemimpin Muslim China di Batavia yang datang bersama isterinya Fatima Hwu dan memprakarsai pembangunan masjid untuk masyarakat China Muslim di kawasan Glodok. Yang menjadi sumber informasi ini, Hj. Aisah yang menjadi wakif tertanggal 30-12-1991 sebagai keturunan Hj. Fatimah Hwu. Sebagaimana di halaman Timur masjid terdapat makam dengan nisan bertuliskan nama Fatimah Hwu (istri dari Chu Tsien Hwu, pendiri masjid). Nisan ini bercorak kepala naga dengan tulisan huruf Cina dan bertanggal Arab 1792 (tahun wafatnya Fatima Hwu). Terdapat pahatan enam aksara Cina yang berbunyi :”Hsienpi Chai Men Tsu Mow”, yang berarti “Inilah makam wanita dari keluarga Chai”. Nisan ini menjadi salah satu keunikan dari masjid ini. Adapun Chan Tsin Hwu sendiri informasinya wafat di Cirebon dan dimakamkan di Gunung Sembung.
Literatur lain menyebutkan, bahwa di kawasan Molenvliet Oost Batavia oleh seorang imigran Cina Muslim yang berasal dari Sin Kiang bernama Chan Tsien Hwu, yang melarikan diri dari Cina bersama istrinya yang bernama Fatima Hwu pada masa pemerintahan Dinasti Chien. Sebelum dibangun oleh Chan Tsien Hwu dan kawan-kawannya sesama muslim, Masjid Jami Kebon Jeruk hanya berupa sebuah surau yang tidak terpelihara yang tidak ada catatan pendiriannya. Waktu itu Chan Tsien Hwu atau Tschoa (atau Kapten Tamien Dosol Seeng) adalah pemimpin muslim Cina di Batavia dan memprakarsai pembangunan masjid yang hingga kini berdiri kokoh di Jalan Hayam Wuruk.
Gaya bangunan masjid ini mempunyai kemiripan dengan masjid-masjid tua yang ada di Jakarta, dengan sentuhan gaya arsitektur Cina. Ruang utama ibadah berukuran 10 x 10 m dengan lantai keramik. Ornamen kubah masjid masih asli, karena saat pemugaran dilakukan dipertahankan keasliannya. Sepuluh tiang penyangga, kusen atas pintu berornamen dan kayu pembatas di dalam masjid juga masih asli. Masjid ini menjadi suatu bukti bauran kebudayaan yang terpelihara dengan baik.
Masjid Kebon Jeruk mengalami beberapa kali pemugaran, antara laintahun 1950 bangunan masjid diperluas pada semua sisinya. Sisi Barat diperluas sampai batas pagar Jalan Hayam Wuruk. Kemudian Masjid Kebon Jeruk dipugar lagi tahun 1974 dengan dana bantuan Gubemur DKI Jakarta, lalu Dinas Museum dan Sejarah DKI Jakarta juga melakukan pemugaran pada tahun 1983/1984-1985/1986, dan 1998. Masjid Kebon Jeruk ditetapkan sebagai bangunan bersejarah dengan SK Gubernur DKI No. Gb. II/I/72 tanggal 10 Januari 1972. Pada tahun 1993, masjid ini mendapat sertifikat penghargaan sadar pemugaran.
Masjid ini selalu makmur setiap hari dipenuhi jamaah yang transit dari berbagai daerah, bahkan dari berbagai belahan dunia, untuk kemudian pergi melanjutkan perjalanan dakwahnya. Terutama setiap Kamis malam, dipenuhi ribuan jama’ah dari berbagai daerah di Jakarta dan luar Jakarta. Anggota Jama’ah Tabligh melakukan perjalanan dakwah ke luar (khuruj) ke berbagai daerah di Indonesia. Mereka umumnya berjenggot, mengenakan baju koko, surban atau peci putih, dan celana tidak menutupi mata kaki. Banyak yang memakai baju panjang sampai ke lutut, bawa tasbih dan aroma minyak cendana/kasturi. Dari cara berpakaiannya para jamaah meneladani sunah Rasulullah SAW. Jamaah di masjid ini dikenal dengan gerakan keagamaan Jama’ah Tabligh dari seluruh Indonesia, terdiri dari ragam profesi dan selalu rutin serta khusuk mebgikuti ceramah setiap selesai shalat.
Akses destinasi wisata religi Masjid Jami Kebon Jeruk yang berada di pinggir Jl. Hayam Wuruk ini relatif mudah, bisa menggunakan busway turun di halte terdekat atau kendaraan umum lainnya.
Terima kasih.
#MasjidJamiKebonJeruk #MasjidJamiKrukut #WisataReligiJakarta #WisataMasjidKotatuaJakarta
16 сен 2024
