Saya dulu pas kuliah jurusan teknik informatika pas KKN tugasnya bikin program yang bisa menghitung perolehan kursi untuk DPRD kota saya berdasarkan metode Sainte-Lague ini. Tugas tambahan dari fasilitator Kerja Praktek saya waktu itu juga ada fitur program yang bisa menghitung perolehan kursi DPRD menggunakan metode lama yaitu d'Hondt. Sebenarnya cuma bedanya di pembaginya saja, tapi intinya tidak terlalu rumit
@@komodojablay3514 Penting buat simulasiin perhitungan suara secara komparatif antara kedua metode ini untuk menguji apakah benar partai-partai kecil lebih diuntungkan dan seberapa efektif keuntungan tersebut dengan tolak ukur konversi suara ke kursi dalam benar-benar mewujudkan perwakilan yang proporsional. Asumsi kenapa Sainte-Lague lebih efektif adalah karena faktor pembaginya lebih besar daripada d'Hondt, jadi partai besar yang sudah dialokasikan kursi peluangnya lebih kecil untuk dialokasikan kursi berikutnya sehingga partai kecil peluangnya lebih besar. Kesimpulannya penelitiannya sih karena DPRD Kota dapilnya kecil dari segi pemilih namun keberagaman parpol & caleg sama seperti DPR dan DPRD Provinsi, peningkatan faktor pembagi ini dari d'Hondt ke Sainte-Lague kurang signifikan untuk memfasilitasi perwakilan yang lebih representatif ini. Sarannya jadi untuk ada penelitian lebih lanjut di tingkat DPRD Provinsi atau DPR tanpa memfaktorkan ambang batas untuk mendapat hasil yang lebih konklusif
@@sandifauzi7223 Mau DPRD manapun pasti sama sekarang semua pake Sainte-Lague, DPR juga pake metode ini cuma bedanya kalo DPR ada ambang batas parlementer 4%
Tidak juga pak. Kalau coblos orang meminimalisir kecurangan, dan bisa dapat bantuan suara dari suara partai. Terutama 2 urutan teratas caleg nya yang punya suara tinggi.
Ambang batas yang layak adalah jumlah pemilih per orang calegnya bukan per partainya. Biar ga ribet ditentukan saja jumlah minimal caleg DPR dihitung dari jumlah keterwakilan daeraglh itu. Contoh 1 dapil ada 700 ribu DPT layaknya per caleg dapat 10 % makanya 70 ribu minimal. Maka partaipun tidak diuntungkan dengan jumlah sisa karena perbandingan antar partai.
Bila d teliti lebih jauh..yg memiliki no urut awal(1,2,3)rata rata orang berduitatau orang dekat partai(kluarga dr ketua/pengurus inti partai).dan spertinya kolusi dan nepotisme ttap saja berjalan mulus.
Itu benar tp tdk sepenuhnya benar..di tmpat sy skrg no urut 1 kbnykan org muda atau pendatang baru. Yg sy tau no urut 1 bisa dipengaruhi oleh kualifikasi tertentu dan terutama pengaruh/posisi tawarnya di masyarakat/dapil dr calon tsb..
Nomer urut gak ada urusannya sama duit atau kedekatan partai. Siapa aja bisa nomer urut 1. Cuman memang nomer 1 lebih dekat dengan logo partai, jadi bisa aja kalau anda mau coblos partai eh kecoblos nomer 1. Menang hoki si nomer 1 😂
Masih relate di sebagian daerah, walaupun daerah lain mgkn sdh tidak lagi. Tapi kan balik lg ke demografi pemilih di daerah tsb. Klo di daerah saya msh sprti itu, karena sdh jd rahasia umum klo no urut itu merupakan "privilege" dari partai. Banyak orang kalo baca nomor 3 aja sdh malas apalgi ke bawah2, repot dan ribet kan nyari2 gitu
Suara parpol + semua calon = Akumulasi suara partai Itu yang diliat. Kalo partai dapet kursi, caleg di partai tersebut yang suaranya paling tinggi dapet kursi
Pintar2 calegnya..klo persaingan di satu partai..biasanya pindah partai yg persaingan anatar calek ringan..contoh ikut pdip dapet suara 50.000 tp g lolos..pemilu akan datang pindah ke pan ato demokarat..karna dr suara 50.000 itu dah dapet kursi bila ikut pan / demokrat
Kok beda ya sma chanel sebelah, perhitungan metode saint lague nya. Klo dicahnel sebelah semua langsung dibagi rata 1,3,5,7,.. Trus diambil siapa yang mendapatkan kursi dri hasil pembagian terbanyak
Saya ada beberapa pertanyaan, 1.misal satu partai ada 10 calon tapi dapet jatah dua kursi, apakah dipilih berdasarkan suara masing2 caleg? 2 Klo partainya ga lolos, berarti semua calonnya juga ga lolos? 3 suara partai yang digunakan untuk penilaian ambang batas, hanya diambil secara nasional atau dipecah tiap dapil
1. Betul diurut sesuai perolehan terbanyak setiap caleg, hal ini biasanya masih dinegosiasi kan oleh caleg masing-masing partai. 2. Kalo partai tidak memenuhi ambang batas 4% Otomatis tidak akan ikut penghitungan pembagian kursi... 3. Tergantung calegnya... Kalo caleg DPR RI maka ambang batasnya adalah ambang batas nasional kalo provinsi ambang batas provinsi dan seterusnya... Artinya ambang batas nasional tidak berpengaruh langsung terhadap caleg DPRD, sedangkan ambang batas dapil kabupaten ataupun provinsi berpengaruh secara langsung terhadap ambang batas nasional....
Kasihan yg sekolahnya tinggi, pintar, jujur dan dapat bekerja dengan baik. Yg dicalonkan orang 2 yg money politik, hanya bisa janji dan ngomong. Yg lebih aneh, orang keluar PENJARA kasus korupsi dll bisa NYALEG
Sama cuma perbedaannya yang dpr ri hanya partai yang jumlah suara sahnya secara nasional mencapai 4% baru diikutkan dalam perhitungan sedangkan untuk dprd provinsi dan kabupaten seluruh partai diikutkan dalam perhitungan
@@Kinibeta mantap kaka. Trus kalau dari dprd kab/kota calegnya mendapatkan suara besar sedangkan partainya di bawah suara 4% . Tetap mendapatkan kursi kah.???
@@noertriadmazaschannel892 bukan dapat kursi atau tidak cuma diikutkan dalam perhitungan perolehan kursi. Klo memang diperhitungan nanti memenuhi syarat dapat kursi ya dapat lah, klo memang tidak dapat ya tidak.
Peringkat Partai cuma buat nentuin ambang batas Parlemen dan Ketua DPR saja dan murni diliat jumlah suara saja Penentuan Kursi pake Saint League tiap Dapil
Berdasarkan jumlah perolehan suara dr tiap nama caleg-nya (no urut bukan jadi acuan). Karena yg dipilih oleh kita kan nama caleg-nya. Atau bisa juga diatur internal partai masing2 sepertinya 😅 namanya jg politik : polemik, intrik dan mistik.
berdalih untuk keadilan, ini justru tidak adil, bhayangkan saja. Partai yang memperolehan 30 ribu suara bisa dapat 3 kursi, namun dengan metode ini caleg yang memperoleh 6000 suara bisa kalah dengan caleg yang memperoleh 5000 suara. APAKAH ITU ADIL... ITU CARA JAMAN DULU .... CARA PENJAJAH. membela itu pada yang benar bukan membela yang kuat atau yang lemah. kalau yg lemah itu salah maka layakah untuk dibela.
Ketika kursi 1 dimenangkan oleh partai A maka secara otomatis caleg partai A dengan suara terbanyak mendapatkan kursi tsb... Meskipun faktanya itu masih njadi ruang negosiasi internal caleg masing-masing partai...
@@appsdasok9416berarti gini kak, semisalnya nomor urut 1 itu anak ketua partai, terus nomor urut 2 itu org yg dikenal rakyat, nah pas pemilihan partainya dapat 1 kursi dan caleg dgn pemilih terbanyak itu nomor urut 2, karena no urut 1 anak ketua partai dan ingin duduk di dpr ri berarti masih bisa diubah ya kak, walaupun bkn dia yg terbanyak dipilih rakyat, tapi kak hal ini tuh emg diperbolehkan ya? Atau gimana? Hasil perolehan setiap caleg itu bisa kita liat langsung g sih hasilnya? Atau cuman perolehan partainya aja?
@@daffafairuzfarhandika5011 secara aturan tetap gak boleh.... Yang suara terbanyak otomatis yang jadi.. Bahkan meskipun ketua partainya sekalipun kalo urutan nomor 2 tetap nomor 2. Cuma praktek pertukaran itu terjadi jika yang nomor satu bisa dinego,,
Secara sederhananya "menguntungkan partai besar" yang sudah dikenal rakyat dan sudah pasti punya modal besar 😂😂😂, Partai kecil atau partai baru harus mati matian , (habis modal gede pun belm tentu hasilnya gede) wkwkwk. Kalau mau nyaleg pilih partai besar di wilayah dapilnya (minimal berkaca di pemilu sebelumnya), kl di pemilu sebelumnya perolehan suara partai tersebut jelek sebaiknya pindah atau cari partai lain buat tunggangannya 😁
Ada 5 kursi Partai A : 23% Partai B : 22% Partai C : 19% Partai D : 14% Partai E : 9% Sisa partai tidak lolos batas minimum parlementery Threshold Gimana bagi 5 kursi berdasarkan persentase? Adilkah partai E & partai A masing masing 1 kursi padahal partai A lebih 2X lipat partai E😊
@@TheBECK321 Suara yang lolos parlementary threshold 87% A 23%; B 22%; C 19%; D 14%; E 9% Proporsional terhadap suara yang lolos A 26,44%; B 25,30%; C 21,84%; D 16,10%; E 10,34% Jumlah Kursi 5 Maka, A = 26,44% x 5 = 1,32 = 1 kursi B = 25,30% x 5 = 1,26 = 1 kursi C = 21,84% x 5 = 1,092 = 1 kursi D = 16,10% x 5 = 0,805 = 1 kursi E = 10,34% x 5 = 0,517 = 1 kursi Kalau pakai metode Saint-Lague emang hasilnya gimana ya? Harusnya sama. Atau gimana?
Dlm parlemen ada rapat..klo diambil veto jelas partai besar akan menang karna banyak caleg..makanya di pake sistem 1357..biar g di monopoli partai besar
Misal partai A yg 90.000 suara punya 6 calon yg suaranya merata, masing2 15.000 suara, dan partai D kontestan yg cuma 20.000 suara 18.000 di antaranya di dapat caleg 1, kan lucu ya, partai A dpt 2 kursi yg calegnya cuma dpt masing2 16.000 sedangkan caleg dari partai D tidak dpt kursi padahal dapat 18.000 suara. Berartikan sistem ini lebih menguntungkan partai besar daripada partai kecil
Makanya caleg harus bisa mengukur kemampuan dirinya dan juga partainya utk mendapat hasil yg maksimal. Disitu "seni"nya, klo bergabung di partai besar belum tentu bisa bersaing dng sesama anggota partai, tapi kalo main di partai kecil beresiko tidak dpt kursi walau suaramu banyak. Klo untuk gue sih ini cukup fair lah
@@yehezkielyonrie6528 untuk calegnya fair, cuma untuk kita yang milih, gua pilih si A misal, karena gua merasa si A paling pantas tapi ternyata perolehan suara si A cuma buat mastiin si B jadi, karena partainya cuma dpt 1 kursi dan dia kalah dari caleg unggulan yang gua tahu buruknya dia misal.