Тёмный

Sejarah Pedanda dan Kasta di Bali 

Bali Jani
Подписаться 16 тыс.
Просмотров 143 тыс.
50% 1

Kanal Bali Jani ~ Membahas mengenai sejarah pedanda dan kasta di Bali, kita tidak bisa lepas dari pembicaraan mengenai Danghyang Angsoka dan Danghyang Nirartha, yaitu putra-putra Mpu Smaranatha atau cucu-cucu Mpu Tantular, penulis kakawin Sutasoma.
Danghyang Nirartha datang ke Bali pada tahun 1489, pada masa pemerintahan Dalem Batur Enggong. Beliau datang ke Bali dalam rangka berdharmayatra dan tidak pernah kembali lagi ke Jawa karena di Majapahit agama Hindu sudah terdesak.
Selain sebagai pencetus kasta di Bali beliau juga dikenal sebagai seorang pujangga. Beliau melahirkan banyak karya sastra berupa geguritan dan kakawin, antara lain: Kidung Gegutuk Menur, Gita Sara Kusuma, Kakawin Dharma Putus, dan Usana Bali.
Setelah sampai di Bali beliau menetap di Desa Mas. Di desa itu beliau mengawini putri Bendesa Mas dan mendapatkan empat orang anak, masing-masing: Ida Timbul, Ida Alangkajeng, Ida Penarukan dan Ida Sigaran. Karena beribu dari Bendesa Manik Mas, maka keturunannya disebut Bramana Mas. Terakhir Danghyang Nirartha juga mengawini penyeroan atau pembantunya dan melahirkan putra bernama Ida Patapan.
Raja Batur Enggong kemudian mengangkat Danghyang Nirartha sebagai nabe atau guru sekaligus sebagai Bhagawanta atau pendeta Kerajaan Gelgel.
Waktu menyelenggarakan upacara Karya Agung di Pura Besakih, Dalem Batur Enggong juga mengundang Danghyang Angsoka, kakak kandung Danghyag Nirantha. Tetapi, karena beliau sudah begitu tua, maka diutuslah putranya yang bernama Danghyang Astapaka. Beliau yang mewakili unsur Pandita Budha itu akhirnya menetap di Bali.
Sejak kehadiran kedua pendeta itu di Bali, kedudukan para Mpu Bali digeser. Mereka yang tadinya ditunjuk sebagai pedeta kerajaan mewakili Siwa Budha dan Waisnawa digantikan oleh beliau berdua. Bahkan kemudian, dengan restu Raja, Danghyang Nirartha mengubah struktur pelapisan masyarakat Bali dari sistem Catur Warna menjadi sistem Kasta yang lebih populer dengan sebutan Wangsa.
Keluarga Danghyang Nirartha dan keturunan Danghyang Astapaka menduduki pos sebagai Brahmana Wangsa. Sedangkan 60 keluarga Raja dimasukkan ke Ksatria Wangsa, sementara para Arya didudukkan sebagai Waisya Wangsa. Di luar itu dianggap sebagai golongan Sudra tanpa melihat asal-usul mereka, termasuk warga Pasek. Namun warga Pasek yang masuk golongan Sudra diperkenankan menjadi pendeta dengan gelar Dukuh.
Sejak saat itu, sebutan pendeta untuk Brahmana Siwa dan Budha dari keluarga Danghyang Nirartha, tidak lagi memakai Danghyang atau Mpu melainkan Pedanda. Danda bisa berarti hukum, dan bisa juga berarti tongkat. Jadi, yang dimaksudkan dengan pedanda adalah pemegang hukum atau pemegang tongkat. Dan semua keturunan Danghyang Nirartha dan Danghyang Astapaka yang sudah didiksa atau didwijati disebut Pedanda.
Adapun pendeta di luar garis keturunan Danghyang Nirartha dan Danghyang Astapaka, biasanya menggunakan gelar Dukuh, Ida Pandita atau Ida Resi.
Dengan demikian strukturisasi masyarakat Bali ke dalam sistem wangsa atau kasta tidaklah berdasarkan kenyataan sesuai dengan sejarah leluhurnya. Dan kecenderungan masyarakat Bali dewasa ini untuk menelusuri kawitan atau leluhurnya, adalah perwujudan sikap yang tidak mau lagi mengakui adanya sistem kasta di Bali. Karena dahulu leluhur yang memakai titel betul-betul didasarkan atas jabatan yang dipegang.
Sesunguhnya sistem Catur Warna yang diajarkan Hindu adalah ciri masyarakat modern yang didasarkan atas profesionalisme. Jadi, profesilah yang menentukan jati diri seseorang. Jika ia seorang ekonom, ia adalah Waisya. Jika ia seorang birokrat atau prajurit, ia adalah Ksatria. Sedangkan jika ia seorang rohaniwan, ia adalah Brahmana dan jika ia seorang buruh kasar yang hanya mengandalkan tenaga dalam bekerja, ia adalah Sudra.
Itulah sejarah pedanda dan kasta di Bali yang merupakan perwujudan gagasan pribadi Danghyang Nirartha. Sampai saat ini sebagian masyarakat Bali masih mempertahankan konsep pelapisan masyarakat berdasarkan garis keturunan itu. Berbeda dengan ajaran Catur Warna dalam Hindu yang mengatur strata sosial berdasarkan profesi yang ditekuni oleh masing-masing orang.
Konten ini dibuat berdasarkan kitab Leluhur Orang Bali: Dari Dunia Babad dan Sejarah yang ditulis Drs. I Nyoman Singgin Wikarman.

Опубликовано:

 

2 окт 2024

Поделиться:

Ссылка:

Скачать:

Готовим ссылку...

Добавить в:

Мой плейлист
Посмотреть позже
Комментарии : 268   
Далее
PENJELASAN SOAL KASTA DI BALI | EMANG MASIH ADA?
12:21
Просмотров 179 тыс.
Polemik Nyineb Wangsa & Gelar Bangsawan di Bali
9:16
Просмотров 130 тыс.
HA-HA-HA-HA 👫 #countryhumans
00:15
Просмотров 565 тыс.
Alasan Warga Pande Tidak Mamakai Tirta Pedanda
9:47
Просмотров 81 тыс.
Catur Warna  / Catur Kasta ?
21:22
Просмотров 24 тыс.
Sejarah Bendesa Manik Mas dan Bhisama untuk Keturunanya
34:14
HA-HA-HA-HA 👫 #countryhumans
00:15
Просмотров 565 тыс.