bahwa Manggarai bukan kekuasaan Belanda-Bima adalah kunjungan orang Barat ke Manggarai baru terjadi pada 1880. Fredericus Albertus Colfs adalah orang Barat pertama yang menjelajahi wilayah Manggarai untuk meneliti perihal kupu-kupu. Colfs membuat peta pedalaman Manggarai. Jadi meski seandainya Manggarai telah menjadi wilayah kekuasaan Belanda, Belanda sejatinya tidak pernah tahu menahu, apalagi mengurus wilayah ini sampai dengan kedatangan Colfs pada 1880. Toda juga memeriksa dokumen-dokumen pasca-1900 yang berhubungan dengan Manggarai. Berbeda dengan sumber-sumber sebelum 1900 yang kebanyakan adalah dokumen Kerajaan Bima, dokumen setelah 1900 adalah dokumen-dokumen yang ditulis orang Belanda di lokasi (di Manggarai atau dari kunjungan ke Manggarai). Meski orang Belanda ini berhasil merangkai sumber-sumber asli dari informan lokal, meski masih menggunakan latar belakang dokumen Bima. Tiga dokumen utama Belanda yang dikaji oleh Toda adalah Laporan Zollinger, Laporan Freijss dan Dokumen Braam Morris. Pada 1847 pemerintah Belanda di Sulawesi mengirim Zollinger untuk membuat penelitian di Flores. Zollinger mengumpulkan informasi tentang sejarah, geografi, etnologi, religi dan kepercayaan lokal, demografi, kemasyarakatan, pemerintahan dan ekonomi. Zollinger mempertanyakan klaim kerajaan Bima atas Maggarai karena tidak menemukan jejak Bima dalam penelitiannya (hal. 180). J.J Freijss melakukan perjalanan ke Manggarai dalam rangka menjajaki perdagangan ke wilayah ini pada tahun (1854). Freijss menggunakan surat dari Raja Bima untuk kunjungannya. Namun surat tersebut ditolak oleh Adak Todo, karena Adak Todo tidak merasa bahwa Manggarai adalah bawahan Bima. Meskipun begitu, Adak Todo tetap berkenan memberikan ijin bagi Freijss dan anak buahnya untuk melakukan penelitian dan tinggal di salah satu lokasi di dekat pantai (hal. 185). Dalam laporannya pada 1860, Freijss menyebutkan bahwa Flores memiliki potensi tambang mineral (emas, timah dan besi). Namun setelah diteliti oleh Wichmann, seorang ahli geologi yang didatangkan oleh Belanda, ternyata laporan Freijss tidak benar. Laporan Freijss salah karena dia menggunakan penterjemah dari Bima yang tidak paham bahasa Manggarai. Akibatnya Wae Pesi yang artinya ‘sungai untuk mencari udang’ diterjemahkan sebagai ‘sungai yang mengandung besi’. Sementara itu, dokumen Braam Morris tentang nama-nama kampung dan nama-nama tempat ternyata 99 persen salah! Braam Morris membuat dokumen administrasi kepemerintahan di wilayah Manggarai dalam rangka menyiapkan intervensi Belanda di wilayah Manggarai (hal. 194). Selain mengkaji dokumen, Toda juga melakukan penelitian langsung di lapangan dengan mewawancarai para informan. Melalui para informan ini, dilengkapi dengan hasil penelitian John Hakim Song (1986), Toda menggambarkan asal mula kerajaan Manggarai. Toda menyampaikan bahwa selain penduduk lokal, Manggarai berturut-turut bercampur dengan pendatang dari Sumba, Turki, Goa-Tallo, Melayu dan Minang. Baru pada tahun 1640, terjadi pembaharuan ketataneragaan mengikuti model yang dibawa oleh Goa-Tallo (hal. 247). Kehadiran Kerajaan Bima di wilayah ini adalah karena diundang salah satu kerajaan Todo yang berkonflik dengan kerajaan Cibal. Namun Bima tidak pernah berani menghancurkan Cibal karena Cibal masih berada dalam perlindungan Goa-Tallo.
Kami selaku warga Flores mengkritik sejarah Bima yg diulas oleh Chanel ini,sy ingin luruskan bahwa tidak pernah wilayah Flores dikuasai oleh Bima, terjadi manipulasi sejarah atau pembohongan sejarah.Tdk ada cerita raja2 Flores takluk dibawah Bima melalui perang,itu omong kosong,narasi sejarah yg fiktif.Mohon feedback
@@45kje53 sebagian dari daerah suku Flores banyak juga d ambil sama suku Bima daerah nya setengah 😂contohnya orang Sape yg banyak tinggal dan beranak d Flores d karenakan desa mereka sebagian d ambil sama orang Bima kok 🤣🤣