• UNSUR UNSUR SANGGAH SURYA
UNSUR UNSUR SANGGAH SURYA
#SanggahSurya
#SaranaPentingSaatMelaksanakanUpacaraBesar
#SuryaSebagaiSaksiAgungDanPemberiAnugrah
Pada edisi dua tahun lalu, telah dibahas mengenai mengapa perlu membuat Sanggar Surya jika kita telah membangun merajan ? Dijelaskan bahwa Sanggar Surya dibangun atau diposisikan di arah Timur Laut sebuah areal suci/pura; dibangun menghadap ke Barat. Surya salah satu dari tiga dewa utama, putra Aditi dan Dyaus. Kadang-kadang Surya disamakan dengan Savitri dan Aditya. Nama lain Surya, yaitu: Savitri, pemberi energi; Vivaswari, yang bercahaya; Bhaskara, pembuat cahaya; Dinakara, pembuat hari; Arthapati, penguasa hari, Loka Chaksud (mata dunia); Karmasakshi, saksi atas perbuatan; Graha raja, raja konstalasi tata surya; Gabhastiman, pemilik sinar; Sahasrakirana, memiliki seribu sinar dan sebagainya. Dalam salah satu mantra, Usha (Dewi Fajar) disebutkan sebagai pasangan Surya; Surya bergerak di angkasa mengendarai kereta ditarik 7 ekor kuda atau kuda dgn kepala 7 dikeliling oleh sinar. Kusir keretanya bernama Aruna. Bhatara Surya dalam tradisi Hindu di Bali memiliki kedudukan sangat istimewa, malahan dinyatakan “tanpa pemujaan kepada Bhatara Surya, yadnya tidak bisa dilanjutkan; yadnya tidak akan mempunyai kekuatan apa-apa, tidak bisa mencapai tujuan”. Itu sebabnya mengapa setiap memulai sebuah upacara senantiasa dibuat Sanggar Surya. Pemujaan kepada Surya juga salah satu bukti pada zaman silam, sekte Surya (Sora) pernah ada, namun sekte ini tetap eksis di dalam bingkai Siwa Tattwa. Pada acara pemuspaan: setelah muspa puyung/kosong (pertama) dilanjutkan dengan pemuspaan kepada Bhatara Surya.Para pendeta Hindu di Indonesia memuja Bhatara Surya setiap pagi (dalam Pemujaan Surya Sewana) memperlihatkan betapa vital kedudukan Bhatara Surya. Dalam Siwa Tattwa di Indonesia, Surya diidentikan dengan Bhatara Siwa, sehingga dikenal dengan sebutan Siwa Aditya. Fungsinya tiada lain, untuk memuja/mengagungkan dan memohon anugraha dari Ida Bhatara Surya sebagai saksi agung alam semesta, baik bhuwana agung maupun bhuwana alit; sebagai saksi yadnya. Surya atau matahari adalah sumber energi, oleh karena itu sebelum upacara dimulai, kekuatan berupa energi dimohonkan terlebih dahulu, agar tujuan yadnya bisa tercapai. Semua bentuk energi di dunia berupa pertiwi, apah, teja, wayu, akasa bersumber pada matahari; mereka tidak akan berenergi jika tidak ada matahari. Di balik semua itu, dikembangkan kesadaran kosmik (jagat traya); ini sesuai dengan karakter agama Weda awal, yaitu berkiblat ke alam. Manusia berorientasi kepada sinar. Matahari adalah sumber sinar, sumber energi sebagai simbul kesadaran alam/diri. Sinar lawannya kegelapan. Manusia diedukasi agar hidup bersinar, bercahaya, membangun kesadaran sang diri di tengah-tengah belenggu maya tattwa (acetana). Manusia didorong ke arah sinar (cetana). Manusia bergerak dari asuri sampada menuju daiwi sampada; berevolusi dari manusia dengan karakter keraksasaan menjadi manusia berkarakter dewa; masyarakat bergerak dari masyarakat yang berkarakter jahat menuju divine society.Kesadaran kosmis ini digunakan di dalam kehidupan baik religius maupun sekuler. Di dalam diri selalu menyalakan kesadaran sang diri dengan menjaga kesucian. Begitu juga sistem kalender Saka berwawasan kosmis, dimana matahari sebagai pusat tata surya, satu-satunya planet yang tidak bergerak. Surya sebagai kekuatan yang ajeg, tidak bergerak sementara yang lain bergerak. Hal ini merefleksikan konsep akasa-pertiwi, ayah-ibu; manusia hidup di antara keduanya; tanpa akasa dan pertiwi kehidupan tidak mungkin terjadi. Semuanya lahir dari pertiwi (pertiwi sebagai pululaning sarwa tattwa). Oleh karena itu, disamping ada pemuspaan kepada Surya, juga ada pemuspaan kepada Pertiwi. Bangunan Sanggar Surya pada upacara Tingkat madya dan utama umumnya dilengkapi dengan sarana: Biu lalung: simbul purusa, uduh peji: simbul dewa-dewi, dan kelukuh berisi brem: simbul prakerti/pradhana. Yang dipuja tiada lain adalah Bhatara Surya sebagai wakil Tuhan di dunia, yang akan menjadi saksi upacara sekaligus sebagai pelindung dan pemberi anugrah, sebagai Siwa Raditya. Penggunaan daun peji sebagai sarana, yang dimaknai sebagai (yang) dipuja, sebagai tanda Bhakti. Sementara daun uduh berarti memberitahu, menyiarkan, memberitakan yang dalam Bahasa Bali uduh, pengarah dan pengatag. Sementara biyu lalung (pusuh) simbol Iswara (Siwa). Dengan demikian unsur-unsur Sanggar Surya merangkai pesan, “(Uduh….) Wahai manusia pujilah Iswara (Siwa) yang disimbolkan dengan Biyu Lalung” agar kita semua mendapatkan Anugrah-Nya.
Bagaimana penjelasan selanjutnya, silahkan simak sesuluh Yudha Triguna melalui Yudha Triguna Channel pada RU-vid, juga pada Dharma wacana agama Hindu.
Untuk mendapatkan video-video terbaru silahkan Subscribe
www.youtube.co...
Facebook:
yudhatriguna
Instagram:
/ yudhatrigunachannel
Website:
www.yudhatrigu...
15 сен 2024