Seperti sudah kita ketahui - satu kegiatan penting manusia yang dilakukan hampir setiap hari adalah mencuci pakaian serta perlengkapan lain seperti sprei tempat tidur, sarung bantal, taplak meja, horden dan lain-lain. Biasanya ritual ini dilakukan oleh para ibu-ibu ya…kadang mereka dibantu oleh anak gadisnya atau menantu. Dahulu kegiatan ini biasanya berlokasi di tepi sungai. Tetapi kadang - kita lihat orang mencuci di parit atau selokan.
Di kota Batavia para warganya sebagian besar mengandalkan air Ciliwung untuk mandi, mencuci pakaian, buang air besar, mencuci beras, memandikan ternak dan lain-lain. Kali Ciliwung di Jakarta pada era 1960-an masih cukup baik, tidak seperti sekarang ini yang sangat keruh bahkan kadang hitam pada musim kemarau dan berbau tak sedap.
Untuk keperluan mencuci ini, pemerintah kolonial Belanda membangun tangga dari batu bata dan dipelur, guna memudahkan warga bila ingin mandi ke sungai. Fasilitas ini disebut "tangkahan". Tak hanya itu, kedua tepi sungai diturap dan pada bagian atas turapnya di buat bidang datar yang sering dipakai sebagai pengganti papan cucian atau untuk sekedar meletakkan pakaian.
Sampai akhir tahun 1950-an, masih banyak orang Betawi yang berprofesi sebagai tukang penatu perorangan. Dari Jatinegara sampai ke daerah Jakarta Kota. Hingga ada nama jalan di Jakarta yang bernama Jl. Petojo Binatu serta Jl. Cikini Binatu, keduanya ada di Jakarta Pusat. Saat itu sangat banyak orang yang bekerja di perusahaan binatu. Tukang binatu ini adalah jenis pekerjaan kasar yang tidak perlu keahlian khusus untuk menjadi tukang binatu. Oleh sebab itu banyak warga Batavia yang mau bekerja sebagai tukang binatu.
Sedangkan konsumen jasa binatu ini sebagian besar adalah pengelola hotel yang ada di kota Batavia. Bisnis hotel di Batavia sendiri sudah mulai ramai sekitar pertengahan abad ke 19. Jadi dimana ada penginapan atau hotel di situ pasti ada usaha atau kegiatan binatu.
2 окт 2024
