Uda nampak berseri kolam besar setelah d masukin semua ikan" predator... Bukan aja semua ngak sabar mau lihat keindahan kolam malah ikan2 pun ngak jg sabar mau d masukin, smpi ada ikan sendir ygi masuk ke dlm kolam hehehee...
Bang saran nih ya media bakterinya pakai mayin rugby saja bang. Digw filter cuman pakai 1ember 25kg kolam 4meter bening bet bening bang. Jangan lupa kasih pure+ juga. Makasih bang sekedar info aja
Ay asli capek nian cagnyo kali ini mindahke toman itu sampe terbang bekali kali, tapi dak sio sio lor hasilnyo walaupun encok tetep terbayar dengen indahnyo iwak yang masuk kolam itu. Semangat lor
Yang paling bikin capek mindahin Toman, yang paling rusuh mindahin lele Amazon. Ditunggu kelengkapan armor yang tebel yaitu aligator gar biar tambah pas disebut kolam ikan monster
5yegejxhwtrahHteeo273NIKAH DADAKAN “Kamu di atas, ya, Mas. Biar aku di bawah saja.” Aku menggelar karpet, lalu melempar guling juga selimut. “Kenapa nggak dibalik aja?” jawabnya. “Nggak enak, Mas. Mas Juna ka-“ Ucapanku terhenti saat Mas Juna menyambar cepat. “Emang kamu pernah?” “Pernah ngapain, Mas?” sahutku. “Lha kamu bilang nggak enak kalau posisinya dibalik.” Aku nge-lag bentar, lalu menutup wajah dengan batal. “Astaghfirullah Mas Juna. Yang aku maksud itu posisi tidurnya, bukan yang lain. Ngeres nih, otaknya.” Gemas rasanya pengen hih, tapi aku tak berani selancang itu. Ya, walau pagi tadi kamu sudah resmi menikah. Nikah dadakan tepatnya. Kami nikah bukan karena aku hamil ya. Kakak sepupuku yang hamil, lalu calon suaminya dinikahkan denganku. Bingung, kan? Sama aku juga nggak nyangka banget takdir bakal seperti ini. “Emang kamu nggak mau?” Mati aku harus jawab apa ini? “Y-ya mau. Eh, engg-“ Ucapanku terhenti saat Mas Juna tiba-tiba berjalan mendekat dengan senyum menyeringai. Gusti, kenapa dadaku ingin meledak seperti ini. “Janji jangan nangis,” ucapnya tepat di sebelah telingaku. Aku memejam tak berani menatap wajahnya saking grogi luar biasa. Tapi, tak ada pergerakan apa pun setelah Mas Juna berucap demikian malah kudengar derap langkah menjauh. Aku membuka mata, menemukan lelaki tersebut berjalan keluar sembari membawa handuk mandi. Kelegaan membanjiri hati ini. Aku beringsut membuka ponsel dan mulai bertanya pada geng semprul. “Ris, emang malam pertama semengerikan apa, sih?” “Emang iya sampai bikin nangis?” Rista “Kenapa tanya-tanya malam pertama, emang ada lawan?” Andini “Dia pasti dapat cerita dari kakaknya.” Rista “Ndin, kakaknya kan baru hari ini menikah. Masa iya udah cerita masalah MP. Ngaco.” Andini “Oh, iya. Lha terus kenapa si Pur tanya MP. Nggak mungkin juga kan dia mau nyobain.” “Ceritanya panjang gaes.” Rista “Jadi lu yang mau MP, Pur?” Andini “Jangan aneh-aneh, Pur. Lo bisa hamil di luar nikah ntar.” “Gue emang udah nikah, Ndin, Ris.” Setelah pesan terkirim, mereka berebut menelepon. Akhirnya kami buat panggilan grup bertiga dan aku mulai menceritakan kronologi sebelum akhirnya dinikahkan. Bermula dari menggoda Rista yang mau menikah hingga akhirnya aku seperti mendapat karma. Andini “Cie ... yang bentar lagi di lamar. Dilamar apa langsung nikah nih?” “Masa muda masih indah kawan. Kenapa buru-buru nikah?” ucapku menimpali ocehan di grup. Membayangkan Rista yang akan menikah aku jadi ingat Mbak Ndari yang besok juga akan melangsungkan pernikahan. Kakak sepupuku itu akhirnya menikah setelah bisa move on dengan mantan yang pernah pacaran selama lima tahun. Buset itu pacaran apa kredit mobil yak! “Pur, jangan ngomong gitu. Aku doakan semoga kamu juga nyusul,” balas Rista. Aku terkekeh. Nyusul? Sama siapa calon aja nggak punya. Lagi umur dua puluh tahun masih sangat muda menurutku. “Wkwkwkw. Cinta aku tak punya, kekasih pun tiada.” Aku menirukan lirik lagu dangdut yang melegenda tersebut. “Sumpah, ya. Nama lo emang Purnama, tapi selera lagu lo Purnomo.” Anindi yang ikut nimbrung pun membalas demikian. “Pokoknya gue doain lo dapet jodoh secepatnya, Pur. Nggak peduli Duda atau Om-om yang penting lo nikah juga.” Rista sepertinya ngajak nikah bareng ini. Ngebet banget doain orang. “Aminin aja kalau emang duda kaya atau om-om muda yang ganteng kayak artis korea,” balasku pada akhirnya. . Dua hari berselang setelah pernikahan Rista, aku dan keluarga sibuk di rumah Mbak Ndari. Wanita yang mau menikah tersebut sejak tadi tampak muntah-muntah. Orang-orang bilang kecapean dan masuk angin, sebagian malah ada yang bilang masuk anak. Eh, hamil. “Pur, tolong pijitin tengkuk mbak,” pintanya. Aku menurut. Sesekali dia ingin muntah tapi ditahan, lalu menumpukan kepalanya pada meja rias. “Salah makan mungkin, Mbak. Atau punya maag?” Wanita yang berusia menjelang dua puluh delapan itu pun menggeleng. “Berarti masuk angin.” Aku menyimpulkan sendiri kemudian fokus pada gerakan memijat. HP Mbak Ndari tampak berkedip, lalu muncul pop up pesan WhatsApp. “Aku tanggung jawab.” Aku langsung mengalihkan pandangan. Apa tadi ‘tanggung jawab?’ Berarti Mbak Ndari ini hamil. Astaghfirullah. Perempuan tersebut akhirnya berdiri dan kembali masuk kamar mandi untuk muntah. Aku memilih duduk di ranjang tak jauh dari meja rias. Tak sengaja membaca pesan tadi membuat detak jantung tak keruan. Takut ketahuan, ya, deg-degan karena omongan orang di luar sebagian benar. Tapi kok pesannya mau tanggung jawab? Bukannya mereka memang mau menikah hari ini? “Nduk, mbakmu mana? Acara sudah harus di mulai ini?” tanya Pak De yang barusan masuk. “Muntah, Pak De. Nanti biar aku yang antar ke depan.” Bapak Mbak Ndari pun menurut beliau keluar dan berpesan agar jangan lama-lama. Lima belas menit Mbak Ndari akhirnya keluar. Aku langsung mengajak dia menuju tempat akad setelah lebih dulu merapikan tampilannya. “Aku deg-degan Pur,” ucapnya padaku. “Tenang aku di sampingmu,” balasku. Mbak Ndari tak bicara lagi hingga sampai di sebelah Mas Juna. Laki-laki yang dua bulan ini menjadi kekasih kakak sepupuku itu. Sesaat Pak Penghulu berbincang sebentar bersama ayah Mbak Ndari, lalu mempersiapkan dokumen. “Sudah siap, Mas, Mbak?” tanyanya. “Siap, Pak-“ “Tunggu-tunggu, jangan dimulai dulu!” Tiba-tiba saja ada tamu tak dikenal masuk menggunakan jaket hitam dengan memakai masker. Sesaat setelah sampai di samping meja tempat akad, dia membuka masker. “Mas.” Mbak Ndari langsung berdiri, menyibak kerumunan dan memeluk lelaki tersebut. Semua mata tertuju padanya termasuk kedua orang tua calon pengantin. Pak De langsung berdiri berusaha menyeret anaknya, tapi Mbak Ndari tidak mau melepaskan pelukannya. “Ndari!! Kamu ini apa-apaan. Ini acara pernikahan bukan mainan!” bentaknya. Laki-laki yang kutahu mantan kakakku tersebut memaksa Mbak Ndari untuk melepaskan pelukan, membawa sang wanita di sebelahnya. “Sebelumnya maaf sudah mengacaukan acara ini. Tapi sebelum semuanya terlambat, saya mau mengakui satu hal. Kalau saat ini Ndari sedang hamil anak saya, Pak.” Pak De yang kaget langsung mendaratkan pu kulan keras hingga lelaki tersebut terhuyung. Beruntung masih bisa menguasai diri dan tidak sampai jatuh. “Kurang ajar! Beraninya kamu berbicara fitnah di depan semua orang. Keluar kamu dari sini!” usir Pak De. “Pak, aku emang hamil dan itu anak dia.” Mbak Ndari akhirnya angkat bicara dan semua orang saling berbisik seperti membenarkan dugaannya. Mas Juna dengan tenangnya berdiri menatap kedua orang tersebut. Mbak Ndari yang takut akan terjadi perkelahian langsung pasang badan melindungi ayah bayinya tersebut. “Kalau kamu mau marah, kamu bisa pukul aku, Mas,” ucapnya. “Pantang bagiku melukai wanita, Dek. Kalau memang kamu masih cinta sama dia, oke aku mengalah. Tapi, kalau hanya karena bayi yang ada dalam kandunganmu itu, aku juga bisa bertanggung jawab.” Mendengar ucapa Mas Juna yang begitu dewasa kenapa malah aku yang terharu. Secinta itu dia dengan Mbak Ndari. Mbak Ndari terdiam. Menunduk sembari memegangi perutnya. Kemungkinan berpikir keputusan apa yang akan dia ambil sekarang ini. Setelah diam, dia kemudian menegakkan wajah menatap Mas Juna. “Mas a-aku minta maaf. Tapi aku masih mencintai ayah bayi ini.” Mas Juna mengangguk, lalu menoleh ke arahku dan menarik tangan ini untuk digenggam. “Oke, tidak masalah. Tapi aku mau dia sebagai gantinya. Gimana?” Semua orang yang hadir terlihat syok. Apalagi Mbak Ndari dan keluarganya. “Memang aku barang yang bisa dibuat ganti rugi,” kilahku. “Ya, daripada saya tuntut untuk ganti kerugian.” Mas Juna terlihat tidak main-main dengan ucapannya. Wajahnya berubah garang dan tidak sesantai tadi. “Sebentar.” Ibu menyeretku ke dalam di bawah tatapan semua orang. Sampai di dalam Bapak pun sudah di sana. “Nduk mau ya. Bantu Pak De dan mbakmu. Lagian Juna nggak jelek-jelek banget, ganteng malah,” ucap Ibu. “Jangan maksa begitu, Bu. Tanya Purnamanya mau nggak?” ucap bapak menimpali. “Setuju ya, Pur. Juna minta 100 juta buat ganti rugi. Bude mana ada uang segitu.” Tiba-tiba saja kepalaku seperti berdengung. Seratus juta? Wajar sih, kalau memang mereka menuntut dengan nominal segitu karena menurut cerita seserahan dan lain-lainnya sudah mencapai angka lima puluhan juta ke atas, belum lagi untuk acara di rumah Mas Juna. Tapi ... kenapa harus aku sih? “Karena kamu yang diinginkan Juna. Bude sudah tawarkan yang lain tapi tidak mau. Bahkan keponakan bude yang perawatan tua dia tidak suka. Ya, Pur,” pintanya dengan merengek. “Bapak, ibu, emang setuju aku nikah?” tanyaku memastikan. “Setuju saja kalau kamu mau, Pur. Adik-adikmu masih kecil-kecil, setidaknya beban bapak makin berkurang.” Jujur kali bapakku ini. “Oke,” ucapku tanpa ragu. Dan di sinilah kami berempat sekarang ini menjadi pengantin di atas pelaminan. Setelah acara selesai aku kembali ke rumah tentu bersama Mas Juna, suami dadakanku. Pintu terbuka menampakkan Mas Juna yang hanya membalut tubuhnya dengan handuk. Bagian atas dan bawah terlihat jelas. Dia berjalan mendekat dengan senyum terkembang. Mati aku. Bersambung .... **** Novel ini ada di KBM App. Penulis : Arunika Arunika Link KBM App : read.kbm.id/book/detail/91ca02c5-30ef-469c-8c47-80ade40bed8e 🥰🥰🥰Selamat ulang tahun yg ke 30 tahun istri ku . Doanyo umur yg berkah rejeki yg lancar serta semakin sayang suami tua mu ini.pokoknyo doa yang bunda ucapke ayah aamiin ke. Maap katek kado taulah dewek suami mu ini baru sembuh belum pulih nian nak cari rejeki, jadi cuma doa be lain kali yo kadonyo@@fbiannisa