Di tengah dentuman mortir, desing peluru dan meruyaknya gas syaraf selama Perang Dunia pertama seorang serdadu menulis filsafat. Ancaman maut tidak berhasil membujuknya berhenti menulis. Catatan itu kemudian terbit sebagai Tractatus Logico-Philosophicus dan serdadu itu adalah Ludwig Wittgenstein. Dalam buku ganjil yang cuma terdiri dari 75 halaman itu, ia membangun sebuah konsepsi tentang bahasa sebagai gambaran dunia. Tugas filsuf, katanya, bukanlah membicarakan dunia tetapi menjalankan terapi atas cara kita berbicara tentang dunia. Aneka problem filsafat yang rumit akan lenyap kalau kita menjalankan terapi lewat analisis logika itu. Sampai hari ini pandangan murid Bertrand Russell itu mempengaruhi cara filsafat analitik memandang peran filsafat dan sebagian, seperti para filsuf Lingkaran Wina, bahkan mengadopsi paradigma Wittgenstein untuk menjalankan kritik atas metafisika. Di video ini, saya mengupas semua itu.
#filsafat #sastra #budaya #wittgenstein #terapi
--------------------------------------------------
Website: www.martinsury...
Instagram: / martinsuryajaya
Facebook: / martin.suryajaya
Goodreads: / 4400055.martin_suryajaya
19 сен 2024